sistem pengukuran kinerja

Posted by

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri dan perekonomian harus diimbangi oleh kinerja karyawan yang baik sehingga dapat tercipta dan tercapainya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (pegawai) dalam organisasi adalah mengukur kinerja pegawai. Pengukuran kinerja dikatakan penting mengingat melalui pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil pengukuran kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.

Menurut Junaedi ( 2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.

Namun, sering terjadi pengukuran dilakukan secara tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan pengukuran kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen pengukuran kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.

Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan sistem semacam itu, manajemen senior memilih ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi perusahaan. Ukuran-ukuran ini dapat dilihat sebagai faktor keberhasilan penting (critical success factors) masa kini dan masa depan; jika ukuran-ukuran ini membaik, berarti perusahaan telah mengimplementasikan strateginya. Keberhasilan strategi bergantung pada kekuatannya. Sistem ukuran kinerja hanyalah merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki kemungkinan bahwa organisasi tersebut akan mengimplementasikan strateginya dengan berhasil.

Setiap organisasi memiliki cita-cita. Suatu peranan penting dari sistem pengendalian manajemen adalah untuk memotivasi para anggota organisasi untuk mencapai cita-cita tersebut. Untuk itu para manajer hendaknya mencari keselarasan cita-cita, beberapa caranya adalah dengan fokus pada mekanisme insentif dan sistem kompensasi serta fungsinya dalam mempengaruhi perilaku karyawan.

1.2    RUMUSAN MASALAH
1.    Apa yang dimaksud dengan Sistem Ukuran Kinerja atau Pengukuran Kinerja ?
2.    Tujuan apa yang ingin dicapai dari adanya pengukuran kinerja ?
3.    Apa yang menjadi keterbatasan dari sistem pengendalian keuangan ?
4.    Apa yang dimaksud dengan Balanced Scorecard dalam sistem ukuran kinerja ?
5.    Apa yang menjadi faktor kunci keberhasilan dalam sistem ukuran kinerja ?
6.    Bagaimana implementasi sistem pengukuran kinerja ?
7.    Apa saja yang menjadi kesulitan dalam mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja ?
8.    Bagaimana praktik-praktik pengukuran dalam sistem ukuran kinerja ?
9.    Bagaimana contoh studi kasus dalam sistem ukuran kinerja ?

1.3    TUJUAN PENULISAN
1.    Untuk mengetahui pengertian dari Sistem Ukuran Kinerja atau Pengukuran Kinerja.
2.    Untuk mengetahui tujuan yang ingin dicapai dari adanya pengukuran kinerja.
3.    Untuk mengetahui keterbatasan  dari sistem pengendalian keuangan.
4.    Untuk mengetahui pengertian Balanced Scocecard dalam sistem ukuran kinerja.
5.    Untuk mengetahui faktor kunci keberhasilan dalam sistem ukuran kinerja.
6.    Untuk mengetahui implementasi sistem pengukuran kinerja.
7.    Untuk mengetahui kesulitan apa yang terjadi dalam pengimplementasian sistem pengukuran kinerja.
8.    Untuk mengetahui praktik-praktik pengukuran dalam sistem ukuran kinerja.
9.    Untuk mengetahui studi kasus dalam sistem ukuran kinerja.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1    SISTEM UKURAN KINERJA
Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi perusahaan yang tertuang dalam perumusan strategi planning suatu perusahaan. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan.

Menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what the person or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai berikut: “A performance consists of a performer engaging in behavior in a situation to achieve results”. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu,  kinerja diartikan sebagai : ”Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Sedangkan menurut Nawawi H. Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah: ”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.”

Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.

2.1.1   Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998 : 16-17) adalah sebagai berikut:
1.    Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dll.
2.    Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.
3.    Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4.    Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5.    Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal.

Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja yang dihasilkan.

2.1.2 Pengertian Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.

Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.

Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993), Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

2.2  TUJUAN DAN MANFAAT SISTEM UKURAN KINERJA

Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999: 227).

Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :
1.    Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
2.    Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3.    Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan pengembangan karyawan.
4.    Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti produksi, transfer dan pemberhentian.

Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).

Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.

Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):
1.    Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2.    Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan dan pemasok internal.
3.    Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4.    Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.

2.3 KETERBATASAN DARI SISTEM PENGENDALIAN KEUANGAN
Cita-cita dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Tetapi, mengoptimalkan profitabiitas jangka pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham karena nilai pemegang saham mencerminkan nilai sekarang bersih (Net Present Value – NPV) dari perkiraan laba masa depan. Pada saat yang sama, kebutuhan akan perusahaan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja unit bisnis paling tidak sekali setahun. Hanya mengandalkan pada ukuran-ukuran keuangan saja tidaklah cukup dan faktanya dapat menjadi disfungsional karena beberapa alasan.

Pertama, hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajer unit bisnis akan mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang. Untuk mengilustrasikannya, manajer mungkin mengirimkan produk berkualitas rendah pada pelanggan untuk memenuhi target penjualan, dan hal ini akan mempengaruhi pelanggan dan penjualan masa depan secara negatif. Ini merupakan kesalahan dari pelaksanaan tugas.
Kedua, manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil  tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek. Misalnya saja, manajer mungkin tidak melakukan investasi yang menjanjikan manfaat jangka panjang karena akan menurunkan hasil keuangan jangka pendek.

Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajer senior. Jika manajer unit bisnis dievaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkiin mencoba untuk menetapkan target laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang seharusnya dicapai. Selain itu, manajer unit bisnis mungkin enggan untuk mengakui selama tahun tersebut bahwa kemungkinan besar mereka akan gagal untuk mencapai laba yang dianggarkan sampai benar-benar terbukti bahwa mereka tidak mungkin mencapainya. Hal ini menunda tidakan korektif.

Keempat, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam bebagai bentuk. Pada satu tingkat, manjer bisa saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memnuhi target periode sekarang. Pada tingkat lain, manajer mungkin mengubah data – yaitu, dengan sengaja menyediakan informasi yang tidak akurat.

2.4    Balanced Score Card dalam Sistem Ukuran Kinerja
Balanced Scorecard
Konsep Balance Scorecard dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja suatu organisasi atau skor individu. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan organisasi/individu di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja organisasi/individu yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja organisasi/individu diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal. Dalam definisi lain Balance Scorecard adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi.

Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.
•    Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:
1.    Menjelaskan visi organisasi
2.    Menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu
3.    Mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya
4.    Meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk mengarahkan perubahan

Selanjutnya dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya lima prinsip utama berikut:
1.    Menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang dapat memahami
2.    Menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk memberikan arah dari eksekutif kepada staf garis depan
3.    Membuat strategi merupakan pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi setiap orang dalam implementasi strategis
4.    Membuat strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi organisasi dan
5.    Melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.

Munculnya Balanced Scorecard disebabkan karena adanya pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competition ke information competition, sehingga mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya. Perubahan Teknologi Persaingan ketat di dunia bisnis mendorong kebutuhan akan informasi mengakibatkan persaingan informasi. Untuk membantu ambil keputusan, adanya kata Balance itu sendiri menunjukkan sebuah keseimbangan dalam pengelolaan organisasi sehingga dapat berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan kinerja organisasi dengan baik. Untuk mewujudkan itu maka dalam Balance Scorecard dalam konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu.

Kriteria tersebut sebenarnya merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu :
1.    Perspektif finansial yaitu Bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham.
2.    Perspektif customer adalah Bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer.
3.    Perspektif proses, bisnis internal, yakni Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer.
4.    Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran ialah Bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus,terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan.

Pengukuran ke-empat prespektif tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1.    Perspektif Financial menurut Kaplan (Kaplan, 1996) pada saat perusahaan melakukan pengukuransecara finansial, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksikeberadaan industri yang dimilikinya. Kaplan menggolongkan tiga tahap perkembanganindustri yaitu; growth, sustain, dan harvest.Dari tahap-tahap perkembangan industri tersebut akan diperlukan strategi-strategi yang berbeda-beda. Dalam perspektif finansial, terdapat tiga aspek dari strategi yang dilakukan suatu perusahaan; (1) pertumbuhan pendapatan dan kombinasi pendapatan yang dimiliki suatu organisasi bisnis, (2) penurunan biaya dan peningkatan produktivitas, (3) penggunaan aset yang optimal dan strategi investasi.


2.    Perspektif Customer, dalam perspektif customer ini mengidentifikasi bagaimana kondisi customer mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan customer tersebut sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama (Kaplan,1996:67); yaitu
a.    pengukuran pangsa pasar, pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar encerminkan proporsi bisnis dalam satu area bisnis tertentu yang diungkapkan dalam bentuk uang, jumlah customer, atau unit volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual.
b.    customer retention, pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya prosentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang saat ini dimiliki oleh perusahaan.
c.    customer acquisition, pengukuran dapat dilakukan melalui prosentase jumlah penambahan customer baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang ada.
d.    customer satisfaction, pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik diantaranya adalah : survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview.
e.    customer profitability, pengukuran terhadap customer profitability dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Activity Based-Costing (ABC).

3.    Perspektif Proses Bisnis Internal, dalam perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan juga para pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu: proses inovasi, proses operasi, proses pasca penjualan.

4.    Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran, Perspektif yang terakhir dalam Balanced Scorecard adalah perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Kaplan (Kaplan,1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis untuk terus memperhatikan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif di atas dan tujuan perusahaan.

Balanced scorecard memelihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-cita, sehingga dengan demikian mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Ini merupakan alat yang membantu focus perusahaan, memperbaiki komunikasi, menetapkan tujuan organisasi, dan menyediakan umpan balik atas strategi.

Tiap ukuran balanced scorecard membahas suatu aspek dari strategi perusahaan. Dalam menciptakan balanced scorecard, eksekutif harus memilih bauran dari ukuran yang (1) secara akurat mencerminkan factor kunci yang akan menentukan keberhasilan strategi perusahaan; (2) menunjukkan hubungan antara ukuran-ukuran individual dalam hubungan sebab-akibat, mengindikasikan bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan mempengaruhi hasil keuangan jangka panjang; dan (3) memberikan pandangan lurus mengenai kondisi perusahaan saat ini.

Permasalahan yang timbul dalam penerapan Balanced Scorecard dan banyak dihadapi oleh perusahaan yang ingin sekali menerapkan Balanced Scorecard dalam sistem manajemennya antara lain adalah :
1.    Bagaimana mendesain sebuah scorecard, Desain scorecard yang baik pada dasarnya adalah desain yang mencerminkan tujuan strategik organisasi. Beberapa perusahaan di Amerika telah mencoba mendesain sebuah scorecard penilaian kinerja berdasarkan kategori-kategori yang diungkapkan oleh Kaplan & Norton. Dalam prakteknya, masih banyak perusahaan yang tidak dapat merumuskan strateginya dan memiliki strategi yang tidak jelas sama sekali (Mavrinac & Vitale, 1999:1). Hal ini tentu saja akan menyulitkan desain scorecard yang sesuai dengan tujuan strategik perusahaan yang ingin dicapai.

2.    Banyaknya alat ukur yang diperlukan, Banyaknya alat ukur yang dikembangkan oleh perusahaan tidak menjadi masalah yang terpenting adalah bagaimana alat ukur-alat ukur yang ada tersebut bias mencakup keseluruhan strategi perusahaan terutama dapat mengukur dimensi yang terpenting dari sebuah strategi. Tetapi hal yang harus diingat adalah bahwa alat ukur tersebut dapat menjangkau perspektif peningkatan kinerja secara luas dengan pengukuran minimal.

3.    Apakah Scorecard cukup layak untuk dijadikan penilai kinerja, Menurut Sarah Marvinack (Marvinack, 1999:1) Layak atau tidaknya scorecard yang dibentuk oleh perusahaan akan tergantung pada nilai dan orientasi strategi perusahaan yang bersangkutan. Pada beberapa perusahaan di Amerika, mereka lebih memperhatikan nilai-nilai yang secara eksplisit dan kuantitatif dikaitkan dengan strategi bisnis mereka.

4.    Perlunya Scorecard dikaitkan dengan gainsharing secara individu, Banyak perusahaan di Amerika yang menghubungkan antara kinerja dalam Balanced Scorecard dengan pembagian keuntungan (gainsharing) secara individual. Tetapi haruslah diingat bahwa dasar pembagian keuntungan (gainsharing) tersebut adalah seberapa besar dukungan inovasi atau perubahan kultur yang diberikan oleh individu kepada peningkatan kinerja perusahaan.

5.    Apakah scorecard yang ada dapat menggantikan keseluruhan sistem manajemen lama, Dalam prakteknya, sangat sulit mengganti sistem manajemen yang lama dengan sistem manajemen yang sama sekali baru (Balanced Scorecard), tetapi perusahaan diharapkan dapat melakukannya apabila dirasa sistem manajemen yang lama sudah tidak bisa mendukung tujuan organisasi selama ini. Pada beberapa perusahaan di Amerika yang berusaha menerapkan konsep Balanced Scorecard dalam perusahaannya (Mavrinac, 1999:4), mereka memilih menggabungkan antara sistem yang masih relevan dengan pencapaian tujuan organisasi dengan system Balanced Scorecard.

Salah satu kunci keberhasilan penerapan Balanced Scorecard menurut Reilly (Mattson, 1999:2) adalah adanya dukungan penuh dari setiap lapisan manajemen yang ada dalam organisasi. Balanced Scorecard tidak hanya berfungsi sebagai laporan saja tetapi lebih dari itu, Balanced Scorecard haruslah benar-benar merupakan refleksi dari sebuah strategi perusahaan serta visi dari organisasi. Bahkan Reilly mengatakan bahwa Balanced Scorecard dapat dipandang sebagai sebuah alat untuk mengkomunikasikan strategi dan visi organisasi perusahaan secara kontinyu. Ian Alliott, sebuah perusahaan konsultan besar di Amerika, berhasil mengidentifikasi empat langkah utama yang harus ditempuh oleh perusahaan apabila perusahaan akan menerapkan konsep Balanced Scorecard. Langkah-langkah tersebut adalah (Mattson,1999:2) :
1.    Memperoleh kesepakatan dan komitmen bersama antara pihak manajemen puncak perusahaan.
2.    Mendesain sebuah model (kerangka) Balanced Scorecard, yang memungkinkan perusahaan untuk menentukan beberapa faktor penentu seperti tujuan strategik, perspektif bisnis, indikator-indikator kunci penilaian kinerja.
3.    Mengembangkan suatu program pendekatan yang paling tepat digunakan oleh perusahaan sehingga Balanced Scorecard menjadi bagian dari kultur organisasi yang bersangkutan. Konsep Scorecard yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai salah satu pengendali jika terjadi perubahan kultur dalam perusahaan. Dengan kata lain perusahaan haruslah memperhitungkan apakah penerapan Balanced Scorecard akan mengakibatkan perubahan yang cukup besar dalam organisasi perusahaan.
4.    Aspek penggunaan teknologi, Banyak perusahaan sudah mulai menggunakan software komputer dalam menentukan elemen-elemen scorecard dan mengotomatisasikan pendistribusian data ke dalam scorecard. Data-data scorecard, yang berwujud angka-angka pengukuran tersebut, akan interview dari periode ke periode secara terus-menerus.

2.5    Faktor Kunci Keberhasilan dalam Sistem Ukuran Kinerja
FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
Variabel Kunci yang Berfokus pada Pelanggan
Variabel-variabel kunci berikut ini fokus pada pelanggan :
     Pemesanan . Dikebanyakan unit bisnis, beberapa aspek dari volume penjualan adalah variabel kunci. Idealnya, ini adalah pesanan penjualan yang tercatat karena perubahan yangg tidak terduga dalam variabel ini dapat berakibat pada masa depan seluruh bisnis tersebut. Karena pesanan mendahului pendapatan penjualan, maka pesanan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan penjualan itu sendiri. Penurunan dalam variabel ini menandakan bahwa penyesuaian terhadap aktivitas pemasaran dibenarkan – dengan harapan meningkatkan penjualan atau aktivitas produksi atau keduanya – guna mengubah tingkat operasi.

     Pesanan Tertunda . Sebagai suatu indikasi mengenai ketidakseimbangan antara penjualan dan produksi, pesanan tertunda dapat menandakan ketidakpuasan pelanggan.

     Pangsa Pasar. Kecuali jika pangsa pasar diamati secara ketat, penurunan dalam posisi kompetitif suatu unit bisnis dapat dikaburkan oleh peningkatan yang dilaporkan dalam volume penjualan yang disebabkan oleh pertumbuhan indistri secara keseluruhan.

     Pesanan dari Pelanggan Kunci. Dalam unit bisnis yang menjual produknya pada peritel, pesanan yang diterima dari pelanggan-pelanggan penting tertentu – department store besar, rantai toko diskon, supermarket, pesanan lewat pos – dapat mengindikasikan diawal mengenai keberhasilan seluruh strategi pemasaran.

     Kepuasan Pelanggan. Hal ini dapat diukur melalui survei pelanggan, pendekatan “pembeli misterius”, dan jumlah surat keluhan.

     Retensi Pelanggan. Hal ini dapat diukur melalui lamanya hubungan dengan pelanggan.

     Loyalitas Pelanggan. Hal ini dapat diukur dalam pembelian berulang, referensi yang diberikan oleh pelanggan, dan penjualan ke pelanggan tersebut sebagai persentase dari total kebutuhan pelanggan itu untuk produk atau jasa yang sama.

Variabel Kunci yang Berkaitan dengan Proses Bisnis Internal
Variabel kunci berikut ini berkaitan dengan proses bisnis internal :
     Utilisasi Kapasitas. Tingkat utilisasi kapasitas adalah sangat penting dalam bisnis dimana biaya tetap adalah tinggi (misalnya : produsen kertas, baja, alumunium).

     Pengiriman tepat waktu

     Perputaran persediaan

     Kualitas. Indikator dari kualitas mencakup jumlah unit cacat yang dikirimkan oleh tiap pemasok, jumlah dan frekuensi dari pengiriman yang terlambat, jumlah komponen dalam suatu produk, presentase komponen yang umum versus komponen yang unik dalam suatu produk, presentase hasil,  first-pass yields (yaitu : presentase unit yang selesai tanpa pengerjaan kembali), bahan baku sisa, pengerjaan kembali, kerusakan mesin, jumlah dan frekuensi jadwal produksi dan pengiriman yang tidak terpenuhi, jumlah saran karyawan, jumlah keluhan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, klaim garansi, beban pemeliharaan lapangan, jumlah dan frekuensi produk yang dikembalikan, dan seterusnya.

     Waktu siklus. Persamaan ini untuk waktu siklus adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan persediaan :

Waktu Siklus     =     Waktu pemrosesan + Waktu penyimpanan + Waktu pemindahan + Waktu inspeksi

Suatu sistem just-in-time memusatkan perhatian manajemen waktu selain fokus tradisional pada biaya. Mengurangi waktu siklus dapat mengarah pada pengurangan biaya. Salah satu cara yang efektif untuk memantau kemajuan atas just-in-time adalah dengan menghitung rasio berikut ini :

Lama proses
Waktu siklus

Idealnya, cita-cita untuk rasio ini adalah sama dengan 1, namun hal itu tidak dapat dicapai dalam semalam. Sistem just-in-time bukanlah instalasi yang jadi; namun, merupakan sistem evolusioner yang berusaha untuk secara kontinue memperbaiki proses produksi.

2.6    Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja
Implementtasi dari suatu pengukuran kinerja melibatkan empat langkah umum:
1.    Mendefinisikan strategi
2.    Mendefinisikan ukuran-ukuran dari strategi
3.    Mengintregrasikan ukuran-ukuran kedalam sistem manajemen
4.    Meninjau ukuran dan hasilnya secara berkala

Masing-masing langkah ini bersifat interatif, memerlukan partisipasi dari manajemen senior dan para karyawan di seluruh organisasi.
•    Mendefinisikan Strategi
Scorecard membangun suatu kaitan antara strategi dengan tindakan operasional. Oleh karena itu, proses mendefinisikan Scorecard dimulai dengan mendefinisikan strategi organisasi. Dalam tahap ini adalah penting bahwa cita-cita organisasi dinyatakan secara eksplisit dan target dikembangkan.
Untuk perusahaan dalam satu industri (misalnya: Analog Devices, Maytag, Wrigley), scorecard tersebut sebaiknya dikembangkan ditingkat korporasi dan kemudian diturunkan ketingkat fungsional dan ditingkat bawahnya. Tetapi untuk perusahaan multibisnis (misalnya: General Electric, Du Pont, Corning Glass Works), scorecard sebaiknya dikembangkan ditingkat unit bisnis. Adalah penting bahwa departemen fungsional dalam suatu unit bisnis memiliki scorecard sendiri, dan bahwa scorecard unit bisnis dan scorecard dibawah tingkat itu diselaraskan. Sebagai langkah akhir, untuk organisasi multibisnis, scorecard tingkat korporat sebaiknya digunakan untuk membahas, disamping hal-hal lain, sinergi antar unit bisnis.

•    Mendefinisikan Ukuran dari Strategi
Langkah berikutnya adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran guna mendukung strategi yang telah dinyatakan. Organisasi tersebut harus fokus  pada sedikit ukuran-ukuran penting pada titik ini atau manajemen akan dibanjiri dengan ukuran. Demikian pula adalah penting bahwa masing-masing ukuran individual dapat dikaitkan satu sama lain dalam hubungan sebab akibat.

•    Mengintegrasikan Ukuran ke Dalam Sistem Manajemen
Scorecard haruslah diintegrasikan baik dengan struktur formal maupun informal dari organisasi, budaya, serta praktik sumber daya manusia. Misalnya saja, efektivitas scorecard akan dikompromikan jika kompensasi manajer didasarkan hanya pada kinerja keuangan.

•    Meninjau Ukuran dan Hasilnya secara Berkala
Ketika scorecard dijalankan, scorecard tersebut harus ditinjau secara konsisten dan terus menerus oleh manajemen senior. Organisasi tersebut sebaiknya memerhatikan hal berikut:
    Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran hasil ?
    Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran pemicu?
    Bagaimana strategi organisasi berubah sejak tinjauan terakhir?
    Bagaimana ukuran scorecard tersebut?

Aspek yang paling penting dari tinjauan ini adalah sebagai berikut:
    Menginformasikan kepada manajemen mengenai apakah strategi tersebut telah dilaksanakan dengan benar dan seberapa berhasil strategi itu bekerja
    Menunjukan bahwa  manajemen serius mengenai penyingnya ukuran-ukuran ini
    Menjaga agar ukuran-ukuran tersebut sejajar dengan strategi yang selalu berubah
    Memperbaiki pengukuran

2.7    Kesulitan dalam Mengimplementasikan Sistem Pengukuran Kinerja
Kesulitan dalam mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut :
1.    Terdapat korelasi yang buruk antara ukuran nonkeuangan dengan hasilnya.
Hal ini terjadi karena tidak ada jaminan bahwa profitabilitas masa depan mengikuti pencapaian target non keuangan. Oleh sebab itu perlu dikembangkan ukuran-ukuran yang mewakili kinerja masa depan.

2.    Terpaku pada Hasil Keuangan
Bukan hanya manajer senior yang terlatih dan terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga mendapatkan tekanan tentang kinerja keuangan perusahaan. Tekanan ini dapat membebani pengmbalian jangka panjang yang tidak pasti dari ukuran nonkeuangan. Atas kinerja kuangan ini, manajer diberikan kompensasi, sehingga manajer lebih peduli terhadap ukuran keuangan dari pada yang lainnya.


3.    Ukuran-ukuran tidak diperbarui
Banyak perusahaan tidak punya mekanisme formal untuk memperbaharui ukuran-ukuran tersebut agar selaras dengan perubahan strateginya. Yang terjadi ukuran-ukuran strategi yang lalu tetap digunakan sehingga menimbulkan kemalasan.

4.    Terlalu banyak pengukuran
Berapa banyak ukuran penting yang dapat diikuti seorang manajer dalam waktu yang sama? Jika terlalu banyak ukuran maka resikonya adalah manajer kehilangan fokus karena pada waktu yang sama banyak hal hal dilakukan.

5.    Kesulitan menerapkan trade-off
Beberapa perusahaan menggabungkan ukuran keuangan dan non keuangan kemudian diberi bobot, jika tidak demikian maka sulit untuk melakukan trade off.

6.    Praktik-praktik Pengukuran
Berdasar atas hasil studi Lingle dan Schiemann, praktik pengukuran dilakukan atas tiga aspek, yaitu :
a.    Jenis ukuran
Contoh jenis ukuran yang digunakan: ukuran keuangan, kepuasan pelanggan, dan inovasi.

b.    Kualitas dari ukuran Untuk menilai kualitas dari suatu ukuran, ukuran tersebut harus dikaitkan dengan kompensasi, sehingga dapat dinilai apakah berkualitas tinggi, terkini, sedang, ataukah buruk.

c.    Hubungan ukuran dengan kompensasi
Masing-masing jenis ukuran menghasilkan perubahan keputusan kompensasi yang berbeda-beda.






2.8    Praktik-Praktik Pengukuran dalam Sistem Pengukuran Kinerja
Praktik-praktik Pengukuran
Hasil studi Lingle dan Schiemann memeberikan wawasan mengenai apa yang sebenarnya diukur oleh perusahaan, kualitas yang dilihat dari ukuran-ukuran ini, serta ukuran apa yang dikaitkan dengan kompensasi.

Jenis Ukuran
Studi Lingle dan Schiemann menemukan bahwa 76 persen dai perusahaan responden memasukan ukuran-ukuran keuangan, operasi, serta kepuasan pelanggan dalam tinjauan manajemen reguler, tetapi hanya 33 persen yang memasukan ukuran-ukuran inovasi serta perubahan ukuran dalan tinjauan manajemen reguler.

Kualitas dari Ukuran
Ukuran-ukuran kinerja keuangan  merupakan satu-satunya ukuran yang dianggap berkualitas tinggi, terkini dan dikaitkan dengan kompensasi. Kebanyakan perusahaan responden memiliki ukuran-ukuran operasi dan kepuasan pelanggan, dan lebih dari 79 persen perusahaan menggangap informasi ukurasi ini bernilai tinggi.

Hubungan Ukuran dengan Kompensasi
Kebanyakan sistem manajemen mengaitkan  keuangan dengan kompensasi. Peran utama dari pengendalian manajemen adalah untuk membantu pelaksanaan strategi. Strategi terpilih mendefinisikan faktor kunci keberhasilan yang menjadi titik pusat dari desain dan operasi pengendalian.  Hasil akhir adalah implementasi strategi yang berhasil. Dalam industri yang mengalami perubahan lingkungan yang pesat, informasi pengendalian manajemen juga memberikan dasar untuk memikirkan strategi baru.

    Dalam lingkungan yang cepat berubah dan dinamis, menciptakan organisasi pembelajaran adalh penting bag kelangsungan hidup suatu perusahaan. Organisasi pembelajaran mengacu pada kemampuan dari karyawan suatu organisasi untuk belajar menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan secara berkelanjutan yang efektif adalah organisai dimana karyawan pada semua tingkatan secara terus menerus memantau lingkungannnya, mengidentifikasikan masalah serta,  peluang potensial, saling bertukar informasi mengenai lingkungan secara terus-terang dan terbuka, serta bereksperimentasi dengan model bisnis alternatif guna menyesuaikan diri dengan sukses terhadap lingkungan yang baru. Tujuan utama  dari pengendalian interaktif adalah untuk memfasilitasi terciptanya suatu organisasi pembelajaran.

    Sementara faktor kunci keberhasilan adalah penting dalam desain sistem pengendalian untuk mengimplementasikan strategi yang dipilih, ketidakpastian strategi dalam mengembangkan strategi baru. Ketidakpastian strategi adalah pergeseran strategi mendasar yang mungkin menggangu  aturan-aturan yang dijalankan oleh suatu organisasi hari ini.

    Ada perbedaan mendasar antara faktor kunci keberhasilan dengan ketidakpastian strategis. Faktor kunci keberhasilan diturunkan dari strategi yang dipilih, karena fakta tersebut mendukung implementasi strategi untuk produk dan pasar saat ini. Ketidakpasitan strategis, dipihak lain adalah dasar bagi perusahaan untuk mengembangkan bisnis baru.

    Pengendalian intraktif mengingatkan manajemen terhadap ketidakpastian strategis, baik berupa masalah maupun peluang.  Ini menjadi dasaea bagi para manajer unutk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah pesat dengan memikirkan strategi baru.

Pengendalian intraktif memiliki karalteristik-karakteristik berikut ini:
1.    Sekelompok informasi pengendalian manajemen mengenai ketidakpastian strategi yang dihadapi oleh bisnis tersebut menjadi titik pusat.
2.    Eksekutif senior menerima informasi semacam itu dengan serius.
3.    Manajer pada semua tingkatan organisasi tersebut memfokuskan perhatian pada informasi yang dihasilkan oleh sistem itu.
4.    Atasan, bawahan dan rekan-rekan sekerja mungkin menginterpreasikan membahas implikasi dari informasi untuk inisiatif strategis masa depan.
5.    Rapat dilaksanakan dalam bentuk debat serta tantangan terhadap data dan asumsi yang mendasari, serta tindakan yang sesuai.

Ketidakpastian strategi berkaitan  dengan pergeseran mendasar dan nonlinie dalam lingkungan yang potensial menciptakan model bisnis baru. Perusahaan harusnya memantau diskontinuitas teknologi berikut ini :
1.    Pertumbuhan internet dan e-commerce memiliki imlikasi potensial bagi banyak perusahaan.
2.    Teknologi pemusatan akan memiliki dampak-dampak berikut ini :
•    Pemusatan suaru, data dan gambar memiliki implikasi bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi dlam industri produk elektronik konsumen, telekomunikasi, dan komputer.
•    Integrasi teknologi kimia dan digital memiliki pengaruh terhadap perusahaan-perusahaan seperti Eastman Kodak.
•    Bauran hardwqare dan softwqare memiliki pengaruh terhadapa perusahaan-perusahaan.
•    Munculnya rekayasa dan bioteknologi tanaman membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan dalam ilmu pengetahuan kehidupan.
3.    Miniaturisasi dapat membuka peluang bagi produsen alat-alat elektronik serta alat rumah tangga.
4.    Pergeseran dari barang fisik ke jasa dengan cepat mengubah industri otomotif  serta usaha barang tahan lama.

Diskontnuitas berikut ini yang disebabkan oleh globalisasi memiliki potensial untuk menciptakan peluang baru.
1.    Liberlisasi, deregulasi, dan privatisasi memiliki potensi untuk menciptakan segmen pelanggan baru yg besar dalam pasar-pasar yang baru muncul.
2.    Pesaing baru dari pasar yang baru muncul bisa menjadi pemain global dimasa depan.

2.9    Studi Kasus dalam Sistem Ukuran Kinerja
Contoh kasus
Dalam penelitian Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Manajemen ( Studi Kasus Pada PT Sari Husada ). Irwan Susanto, Abdullah Taman dan Sukirno  mengemukakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja manajemen PT Sari Husada  dengan metode balanced scorecard,  yaitu pada empat perspektif kinerja balanced scorecard, dan hubungan antar perspektif dalam membentuk kinerja manajemen secara komprehensif.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan metode survei dengan teknik ex post facto, yakni hanya mencari data yang ada tanpa memberi perlakuan atau manipulasi variabel maupun subjek yang diteliti. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan sasaran dari penelitian ini adalah mencari atau menggambarkan fakta secara faktual tentang pengendalian manajemen dan efektivitas kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari strategi PT Sari Husada  dengan dua strategi yaitu strategi produksi dan strategi pemasaran cukup berhasil dalam meningkatkan kinerja perusahaan dalam empat perspektif balanced scorecard. Ukuran kinerja balanced scorecard tahun 2000 dan 2001 dari perspektif keuangan cukup baik  dengan meningkatnya nilai ROI sebesar 2,41 % (tumbuh 7,7 %) dan ROE sebesar 4,3 % (tumbuh 15 %).

Peningkatan tersebut dipicu pertumbuhan pendapatan yang lebih besar daripada pertumbuhan biaya. Demikian pula pertumbuhan nilai kas perusahaan meningkat pada tahun 2001 daripada tahun 2000 sebagai wujud peningkatan kinerja keuangan perusahaan dalam pengelolaan kas. Dari perspektif konsumen, kinerja PT Sari Husada  cukup baik dengan sedikitnya keluhan yang masuk dan banyak umpan balik serta hubungan baik dengan konsumen terbukti adanya konsultasi dari konsumen kepada perusahaan. Loyalitas konsumen cukup baik dengan dipertahankannya pangsa pasar 50 – 60 % dari total produsen makanan bayi di Indonesia. Perspektif proses bisnis internal cukup baik dengan adanya inovasi produk baru walaupun intensitas untuk tahun 2001 lebih kecil daripada tahun 2000.

Peralatan baru juga mengalami pertumbuhan dengan meningkatnya jumlah anggaran yang dihabiskan lebih besar di banding tahun 2000. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengemukakan kinerja yang cukup baik tercermin dari berkurangnya jumlah karyawan pada tahun 2001 yang diindikasikan bahwa terjadi pengoptimalan terhadap sumber daya yang ada. Jumlah pelatihan yang diselenggarakan bertambah dari 91 buah pelatihan menjadi 98 pelatihan walaupun jumlah peserta menurun dari tahun 2000.

Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi kebaikan kinerja di masa depan.

BAB III
    PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pengukuran kinerja merupakan salah satu kegiatan rutin perusahaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kinerjanya dalam suatu periode tertentu. Namun yang seringkali dijumpai, perusahaan hanya melakukan pengukuran kinerja pada aspek finansial saja, dimana selama perusahaan bisa menghasilkan profit, maka dianggap kinerja perusahaan sudah baik. Oleh karena itu perIu dirancang ulang suatu sistem pengukuran kinerja yang memperhatikan aspek finansial dan non-finansial.
Setelah suatu sistem pengelolaan keuangan terbentuk, perlu disiapkan suatu alat untuk mengukur kinerja dan mengendalikan pemerintahan agar tidak terjadi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak adanya kepastian hukum dan stabilitas politik, dan ketidakjelasan arah dan kebijakan pembangunan (Mardiasmo, 2002a).
Pengukuran kinerja memiliki kaitan erat dengan akuntabilitas, seperti halnya akuntabilitas memiliki kaitan erat dengan NPM. Untuk memantapkan mekanisme akuntabilitas, diperlukan manajemen kinerja yang didalamnya terdapat indikator kinerja dan target kinerja, pelaporan kinerja, dan mekanisme reward and punishment (Ormond and Loffler, 2002). Indikator pengukuran kinerja yang baik mempunyai karakteristik relevant, unambiguous, cost-effective, dan simple (Accounts Commission for Scotland, 1998) serta berfungsi sebagai sinyal atau alarm yang menunjukkan bahwa terdapat masalah yang memerlukan tindakan manajemen dan investigasi lebih lanjut (Jackson, 1995).
Kartu skor berimbang (bahasa Inggris: balanced scorecard, BSC) adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali dikembangkan dan digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak berfokus hanya pada berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC membantu memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif pelanggan, proses, dan karyawan.
Sistem manajemen strategik berbasis BSC yang mengakomodasi konsep-konsep di atas seperti value for money, NPM, dan best value meliputi sistem pengukuran kinerja. Scorecard sektor publik berbeda dengan scorecard sektor swasta, karena sektor publik lebih berfokus pada pelayanan masyarakat bukan pada profit, tidak mempunyai shareholders, lebih berfokus pada kondisi regional dan nasional, lebih dipengaruhi oleh keadaan politik, dan mempunyai stakeholders yang lebih beragam dibandingkan dengan sektor swasta.
Scorecard merefleksikan ukuran kinerja komprehensif yang mencerminkan lingkungan kompetitif dan strategi yang digunakan. Scorecard berfokus pada strategi yang diterapkan bukan pada pengendalian penerapan scorecard (Hoque, 2002), meskipun pengawasan terhadap scorecard perlu dilakukan mengingat fokus strategi terus berubah seiring dengan perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat (Accounts Commission for Scotland, 1998).
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi / perusahaan tempat ia bekerja.
Perusahaan dalam memberikan kompensasi kepada para pekerja terlebih dahulu melakukan penghitungan kinerja dengan membuat sistem penilaian kinerja yang adil. Sistem tersebut umumnya berisi kriteria penilaian setiap pegawai yang ada misalnya mulai dari jumlah pekerjaan yang bisa diselesaikan, kecepatan kerja, komunikasi dengan pekerja lain, perilaku, pengetahuan atas pekerjaan, dan lain sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA
Robert N.Anthony Vijay Govindarajan. Management Control System, penerbit Salemba Empat,2005.

Kaplan R.S. & Norton, D.P.; The Balanced Scorecard, Translating Strategy into Action, 1996
Mulyadi, Balanced Scorecard, 2001




Blog, Updated at: 02.50

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

uma

uma

Cari Blog Ini

Cari Blog Ini