BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam proses
pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan
perhatian dalam semua proses transformasi yang disebut pendidikan. Dalam hal
ini, peserta didik dipandang sebagai mahluk yang membutuhkan binaan, bimbingan
dan dorongan agar menjadi manusia yang berintelektual maupun cakap moralnya.
Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh
faktor-faktor yang kemungkinan akan berkembang ke proses penyesuaian yang
baik atau tidak baik.
Permasalahan
penyesuaian diri merupakan momok menakutkan bagi orang tua, lebih khususnya
remaja atau peserta didik itu sendiri. Diantara persoalan terpentingnya yang
dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian
diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orangtua.
Perlu kita ketahui juga, tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat
tergantung pada sikap orangtua dan suasana psikologi dan sosial.
Sikap orangtua yang memberikan
perlindungan yang berlebihan juga berakibat tidak baik. Remaja yang mendapatkan
perhatian dan kasih sayang secara berlebihan akan menyebabkan ia tidak dapat
hidup mandiri. Ia selalu mengharapkan bantuan dan perhatian orang lain dan ia
berusaha menarik perhatian mereka, serta beranggapan bahwa perhatian seperti
itu adalah haknya. Sikap orangtua yang otoriter, yang memaksakan otoritasnya
kepada remaja, juga akan menghambat proses penyesuaian diri mereka. Remaja akan
berani melawan atau menentang orangtuanya. Pada gilirannya, ia cenderung akan
bersikap otoriter terhadap teman-temannya dan bahkan menentang otoritas
orang dewasa, baik disekolah maupun dimasyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa
pengertian penyesuaian diri ?
b) Bagaimana
karakteristik penyesuaian diri ?
c) Bagaimana
proses penyesuaian diri ?
d) Apa
saja aspek-aspek penyesuaian diri ?
1.3 Tujuan
a) Untuk
mengetahui pentingnya penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah.
b) Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah.
1.4 Manfaat
a) Sebagai
pedoman bagi pembaca tentang penyesuaian diri.
b) Menjadi
bahan bacaan bagi para pembaca yang membutuhkan tentang konsep penyesuaian diri
pesertta didik usia sekolah menengah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian penyesuian diri
Pengertian
penyesuaian diri (adaptasi ) pada awalnya berasal dari pengertian yang
didasarkan pada ilmu biologi, yaitu dikemukakan oleh Charles Darwin yang
terkenal dengan teori evolusi. Ia , mengatakan ‘’genetic changes can iprove the ability of organisms to survive,
reproduce, and in animals, raise offspring, this process is called
adaptation’’.Artinya tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi
terhadap berbagai tuntutan dan tekanan
lingkungan tempat ia hidup, seperti
cuaca dan berbagai unsur alamiah lainnya. Semua mahluk hidup secara alami telah
dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara beradaptasi
dengan keadaan lingkungan alam untuk bertahan hidup. Dalam istilah psikologi,
penyesuaian diri (adaptasi dalam biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjusment merupakan suatu proses untuk mencari titik
temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan (Dafidoff, 1991) manusia
dituntut menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu
secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Dengan
demikian, penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan
mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang sesuai dengan kondisi lingkungaya. Penyesuaian
diri juga dapat diartikan sebagai
berikut.
a)
Penyesuaian diri yang berarti adaptasi dapat mempertahankan eksistensi,
atau bisa’’ survive’’ dan memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, dan
dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan lingkungan sosial.
b)
Penyesuaian diri dapat juga diartikan
sebagai konformitas yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau
prinsip yang berlaku umum .
c)
Penyesuaian diri dapat diatikan sebagai
penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan juga
mengordinasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengadaptasi
berbagai konflik, kesulitan dan
frustasi-frustasi secara efektif. Individu memiliki kemampuan menghadapi
realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat.
d)
Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai
penguasaan dan kematangan emosional.
Kematangan emosional brarti memiliki respons emosional yang sehat dan
tepat pada setiap persoalan dan situasi.
Berdasarkan pegertian
diatas maka dapat kami simpulkan penyesuaian diri ialah penguasaan emosional
yang bertujuan untuk terjadi hubungan
yang sesuai dengan lingkungan dan
mendapat kesejahteraan jasmani dan
rohani.
2.2
karkteristik penyesuaian diri
Karakteristik penyesuaian diri tidak selamanya
individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena ada banyak rintangan
dalam proses penyesuaian diri. Berikut ini akan ditinjau karakteristik
penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah :
1.
Penyesuaian diri
yang positif
a) Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional yang berlebihan.
b) Tidak
menunjukan adanya mekanisme yang salah.
c) Tidak
menunjukan frustasi pribadi.
d) Memiliki pertimbangan yang rasional dalam pengarahan diri.
e) Mampu
belajar dari pengalaman.
f) Bersikap
realistik dan objektif.
Dalam penyesuaian diri
secara positif, individu akan melakukan berbagai bentuk berikut ini.
a. Penyesuaian
diri dalam menghadapi masalah secara langsung.
Misalnya, seorang
remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapi secara langsung dan berusaha
mengemukakan segala alasan kepada orang tuanya.
b. Penyesuaian
diri dengan melakukan eksplorasi (penjajahan)
Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam
mengerjakan tugas makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas
tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
c. Penyesuaian
diri dengan trial and error
Misalnya, seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk
meningkatkan usahanya.
d. Penyesuaian
dengan subtitusi (mencari pengganti)
Misalnya, gagal
berpacaran secara pisik, ia akan berfantasi tentang gadis idambanya.
e. Penyesuaian
diri dengan belajar
Misalnya, seorang guru
akan belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
kemampuan profesionalismenya.
f. Penyesuaian
diri dengan pengendalian diri
Dalam situasi ini, individu akan
berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang
tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibsi.Misalnya,
seorang siswa akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan pada
ujian.
g. Penyesuaian
diri dengan perencanaan yang cermat
Dalam hal ini, sikap dan tindakan
yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang
cermat atau matang. Keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari berbagai
segi, seperti untung danruginya.misalnya : seseorang yang memilih
antara pekerjaan dan pendidikan ia akan berusaha memilih mana yang harus
dipilih.
2. Penyesuaian diri yang salah
Kegagalan
dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu
melakukan penyesuaian diri yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai
oleh sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap
yang tidak realistik, membabi buta, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi
penyesuaian diri yang salah, yaitu reaksi bertahan, reaksi menyerang, dan
reaksi melarikan diri.
a.
Reaksi bertahan (defence reaktion)
Individu berusaha untuk
mempertahankan dirinya dengan seolah-olah ia tidak sedang mengalami kegagalan.
Ia akan berusaha menunjukan bahwa dirinya tidak mengalami kesulitan. Yaitu
sebagai berikut.
·
Rasionalisasi,
yaitu
mencari-cari alasan yang amsuk akal untuk membenarkan tindakanya yang salah.
·
Represi,
menekan
perasaanya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar. Ia akan berusaha
melupakan perasaan atau pengalamanya yang kurang menyenangkan atau menyakitkan.
·
Proyeksi,
yaitu
menyalahkan kegagalan dirinya pada pihak lain atau pihak ketiga untuk mencari
alasan yang dapat diterima. Misalnya, seorang siswa yang tidak lulus
menyebutkan bahwa hal itu disebabkan guru-gurunya membenci dirinya.
·
‘‘Sour
grapes’’ (anggur kecut), yaitu dengan memutar balikan fakta
atau kenyataan. Misalnya, seorang remaja yang gagal menulis SMS mengatakan
bahwa handphone-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa menggunakan HP.
b.
Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Individu yang salah
suai akan menunjukan sikap dan perilaku yang bersifat menyerang atau
konfrontasi untuk menutupi kekurangan atau kegagalanya. Ia tidak mau menyadari
kegagalanya atau tidak mau menerima kenyataan. Reaksi-reaksinya antara lain :
·
Selalu membenarkan dirir sendiri,
·
Selalu ingin berkuasa dalam setiap
situasi,
·
Merasa senang bila mengganggu orang lain,
·
Suka menggertak, baik dengan ucapan
maupun perbuatan,
·
Menunjukan sikap permusuhan secara
terbuka,
·
Bersikap menyerang dan merusak,
·
Keras kepala dalam sikap dan
perbuatanya,
·
Suka bersikap balas dendam,
·
Memerkosa hak orang lain,
·
Tindakanya suka serampangan, dan
sebagainya.
c.
Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Dalam
reaksi ini, individu akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan konflik
atau kegagalanya. Reaksinya tampak sebagai berikut :
·
Suka berfantasi untuk memuaskan
keinginan yang tidak tercapai dengan
bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai ),
·
Banyak tidur, suka minuman keras, bunuh
diri, atau menjadi pecandu narkoba,
·
Regresi, yaitu kembali kepada
tingkahlaku kekanak-kanakan. Misalnya, orang dewasa yang bersikap dan
berperilaku seperti anak kecil.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Proses Penyesuaian Diri
a) Faktor fisiologis
Kondisi
fisik, seperti kondisi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan,
aspek perkembanganya secara intriksik berkaitan erat dengan susunan tubuh. Menurut shekdon terdapat korelasi yang
positif antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya,
1997). Misalnya, orang yang tergolong ektomorf, yaitu yang ototnya lemah atau
tubuhnya rapuh, ditandai oleh sifat-sifat segan dalam melakukan aktifitas
sosial, pemalu, pemurung, dan sebagainya. Kondisi tubuh yang baik merupakan
syarat tercapainya proses penyesuaian diri yang baik pula. Keseshatan dan
penyakit jasmaniah juga berpengaruh terhadap penyesuaian diri. Gangguan
penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan diri, rasa
ketergantungan, perasaan ingin dikasihani, dan sebagainya.
b) Faktor psikologis
·
Faktor pengalaman
Pengalaman
yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri, terutama yang menyenangkan atau
pengalaman yang traumatik (menyusahkan). Pengalaman yanng menyenangkan, seperti
memperoleh hadiah dari suatu kegiatan akan menimbulkan proses penyesuaian diri
yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan penyesuaian
diri yang keliru atau salah suai.
·
Faktor belajar
Proses
belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri.
Dalam penyesuaian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku
sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan
kematangan.
·
Determinasi diri
Determinasi
diri mempunyai fungsi penting dalam
proses penyesuaian diri karena berperan dalam pengendalian arah dan pola
penyesuaian diri.
·
Faktor konflik
Ada
pandangan bahwa seemua konflik dapat mengganggu atau merugikan. Padaha, ada
orang yang memiliki banyak konflik tetapi tidak mengganggu atau merugikanya.
Sebenarnya beberapa konflik dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan
kegiatan dan penyesuaian dirinya. Ada orang mengatasi konflik dengan cara
meningkatkan usaha ke arah pencapaian tujuan yang menguntungkan bersama secara
sosial. Akan tetapi, ada pula yang memecahkann konflik dengan cara melarikan
diri, sehingga menimbulkna gejala-gejala neurotis.
c) Faktor perkembangan dan kematangan
Dalam
proses perkembangan, respons berkembang dari respons yang bersifat instinktif
menjadi respons yang bersifat hasil belajar dan pengalama. Hubungan antara
penyesuaian dan perkembangan dapat berbeda-beda menurut jenis aspek
perkembangan dan kematanganyang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan dan
kematangan memengaruhi setiap aspek
kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, keagamaan dan
intelektual. Dalam fase tertentu, salah satu aspek mungkin lebih penting dari
aspek lainya. Misalnya, pertumbuhan moral lebih penting daripada kematangan
sosial, dan kematangan emosional merupakan yang terpenting dalam penyesuaian
diri.
d) Faktor lingkungan
·
Pengaruh lingkungan keluarga
Dari
sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor lingkungan
keluarga merupakan faktor yang terpenting karena keluarga merupakan media
sosialisasi bagi anak-anak. Proses sosialisasi dan interaksi sosial yang
pertama dan utama dijalani individu dilingkungan keluarganya.
·
Pengaruh hubungan dengan orangtua
Pola
hubungan orangtua dengan anak mempunyai pengaruh yang positif terhadap proses
penyesuaian diri. Beberapa pola hubungan yang dapat memengaruhi penyesuaian
diri adalah sebagai berikut.
o
Menerima (acceptance)
Orangtua menerima anaknya dengan
cara-cara yang bai. Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hanga,
menyenangkan dan rasa aman bagi anak.
o
Menghukup dan disiplin yang berlebihan
Hubungan orangtua dengan anak bersifat
keras. Disiplin yang berlebihan dapat menimbulkan suasana psikologis yang
kurang menyenangkan bagi anak.
o
Memanjakan dan melindungi anak secara
berlebihan
Perlindungan dan pemanjaan secara
berlebihan dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemburu, rendah diri, dan
gejala-gejala salah usai lainya.
o
Penolakan
Orangtua menolak kehadiran anaknya.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa penolakan orangtua terhadap anaknya
dapatmenimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri.
·
Hubungan saudara
Hubungan
saudara yang penuh persahabatan, saling menghormati, penuh kasih sayang,
berpengaruh terhadap penyesuaian diri yang lebih baik. Sebaliknya, suasana
permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, kekerasan, dan sebagainya dapat
menimbulkan kesulitan dan kegagalan anak dalam penyesuaian dirinya.
·
Lingkungan masyarakat
Keadaan
lingkungan masyarakat tempat individu
berada menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Hasil penelitian
menunjukan bahwa gejala tingkah laku salah suai atau perilaku menyimpang
bersumber dari pengaruh keadaan lingkungan
masyarakatnya. Pergaulan yang salah dan terlalu bebas dikalangan remaja
dapat memengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
·
Lingkungan sekolah
Lingkungan
sekolah berperan sebagai media sosialisasi, yaitu memengaruhi kehidupan
intelektual, sosial, dan moral anak-anak. Suasana disekolah, baik sosial maupun
psikologi akan memengaruhi proses dan pola penyesuaian diri para siswanya.
Pendidikan yang diterima anak disekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian
diri mereka di lingkungan masyarakatnya.
e) Faktor budaya dan agama
Proses
penesuaina diri anak, mulai lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara
bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural agama. Lingkungan kultural
tempat individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian
dirinya. Misalnya tata cara kehidupan di masjid atau gereja akan memengaruhi
cara anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Agama
memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan
ketegangan lainya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak.
Ajaran agama ini merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan pola-pola
tingkah laku yang akan memberikan tuntutan bagi arti, tujuan, dan kestabilan
hidup anak-anak. Sembahyang dan berdoa merupakan media menuju arah kehiduapan
yang lebih nyaman, tenang, dan berarti bagi manusia. Oleh karena itu, agama
memang peran penting bagi proses penyesuaian diri seseorang.
2.3
proses penyesuaian diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu
mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan.
Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian diri yang sempurna tidak akan pernah
tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses psikologis sepanjang
hayat (life long process) dan manusia
terus-menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup
guna mencapai pribadi yang sehat.
Respons
penyesuaian diri, baik atau buruk, dapat dipandang sebagai suatu upaya individu
untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan memelihara kondisi-kondisi
keseimbangan yang wajar. Penyesuaian diri adalah sebagai suatu mekanisme atau
proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dengan tuntutan
eksternal. Dalam prosesnya dapat muncul konflik, tekanan atau frustasi, dan
individu didorong untuk meneliti berbagai kemungkinan perilaku yang tepat untuk
membebaskan diri dari ketegangan atau konfliks tersebut.
Orang
akan dikatakan sukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia dapat memenuhi
kebutuhanya dengan cara-cara yang wajar atau dapat diterima oleh lingkungan
tanpa merugikan atau mengganggu orang lain. Penyesuaian diri yang baik, yang
selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan tercapai, kecuali bila kehidupan
orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan
jiwa yang akut, dan orang tersebut mampu menghadapi kesukaran dengan cara yang
objektif serta berpengaruh bagi kehidupanya, serta ia dapat menikmati
kehidupanya dengan stabil, tenang, merasa senang dan berprestai.
Pada
dasarnya, penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkunganya. Beberapa
faktor lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup
sehat bagi remaja adalah sebagai berikut.
1. Lingkungan Keluarga Yang Harmonis
Apabila
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis yang didalamnya terdapat
cinta kasih, respek, toleransi, rasa aman, dan kehangatan, seorang anak akan
dapat melakukan penyesuaian diri secara sehat dan baik. Rasa dekat dengan
keluarga merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang
anak. Dalam kenyataanya, banyak orang tua yang mengetahui tentang hal ini,
tetapi mereka mengabaikan dengan alasan mencari penghasilan yang besar untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Sikap
ini sering ditanggapi negatif oleh remaja dengan merasa bahwa dirinya kurang
diperhatikan, tidak disayangi, diremehkan, atau dibenci. Jika hal tersebut
terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama (terutama pada masa
kanak-kanak), kemampuanya dalam menyesuaikan diri pun akan terhambat.
Berdasarkan kenyataan tersebut, pemenuhan kebutuhan anak akan rasa aman,
disayangi, haruslah diperhatikan. Orang
tua harus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan, dan
penjagaan pada ankanya. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan
pada orang lain atau pembantu karena hal itu dapat membuat anak tidak bahagia.
Lingkungan
keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang
dipelajari melalui permainan, senda gurau, pengalaman sehari-hari dalam
keluarga. Dorongan semangat dan persaingan antaranggota keluarga yang dilakukan
secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan anak.
Orang tua sebaiknya tidak membiasakan anak pada hal-hal yang tidak dimengerti
atau sesuatu yang sulit dilakukan olehnya, karena hal itu akan memupuk rasa
putus asa pada jiwa anak.
Di
lingkungan keluarga, seorang anak juga belajar untuk tidak menjadi egois. Ia
diharapkan dapat berbagi rasa dengan anggota keluarga yang lain dan belajar
untuk menghargai hak orang lain.
Di
dalam lingkungan keluarga, seorang anak mempelajari dasar-dasar dari cara-cara
bergaul dengan orang lain. Biasanya yang menjadi acuan atau contoh adalah figur
orang tua, tokoh pemimpin, atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena
itu, orang tua atau orang dewasa dituntut untuk meneladani atau menunjukan
sikap-sikap atau tindakan-tindakan yang baik.
Dalam
hasil interaksi dalam keluarganya, seorang anak juga mempelajari sejumlah adat
dan kebiasaan, seperti dalam hal makan, minum, berpakaian, cara belajar,
berbicara, duduk dan sebagainya. Selain itu, dalam keluarga masih banyak hal
lain yang berperan dalam proses
pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada
orang lain atau diri seendiri, pengendalian rasa ketakutan, sikap toleransi,
kerjasama, kehangatan dan rasa aman yang semua hal itu sangan berguna bagi
penyesuaian diri dimasa depannya.
2. Lingkungan Teman Sebaya
Menjalin
hubungan yang erat dan harmonis dengan teman sebaya sangatlah penting pada masa
remaja. Suatu hal yang sulit bagi remaja adalah menjauh dari dan dijauhi oleh
temannya. Remaja mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan didalam
hatinya, dari angan-angan, pemikiran, dan perasaan-perasaanya. Ia mengungkapkan
kepada teman sebyanya yang akrab secara bebas dan terbuka tentang rencana,
cita-cita, dan kesulitan-kesulitan hidupnya.
Pengertian
dan saran-saran dari temannya akan membantu dirinya dalam menerima keadaan
dirinya serta memahami hal-hal yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain
dan keluarga orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya, semakin meningkat
akan keadaannya untuk menerima dirinya, mengetahui kekuatan dan kelemahan
dirinya. Ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai potensi yang
dimilikinya itu.
3. Lingkungan Sekolah
Sekolah
mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan
informasi saja, tetapi juga mencakup tanggung jawab moral dan sosial secara
luas dan kompleks. Demikian pula guru, tugasnya tidak hanya mengajar saja,
tetapi juga berperan sebagai pendidik, pembimbing, dan pelatih bagi
murid-muridnya. Pendidikan modern menuntut guru untuk mengamati perkembangan
penyesuaian diri murid-muridnya serta mampu menyusun sistem pendidikan yang
sesuai denganperkembangan tersebut. Dengan demikian, proses pendidikan
merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang
diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan individu.
Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang
digunkan oleh guru dalam proses penyesuaian tersebut.
2.4
Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya
penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.
1. Penyesuaian pribadi
Penyesuaian
pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapainya
hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Ia menyatakan
sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekuranganya dan mampu
bertindak objektif sesuai dengan kondisi
dan potensi dirinya. Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh tidak
adanya rasa benci, tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan, atau tidak
percaya pada potensi dirinya. Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi
ditandai oleh adanya kegoncangan dan emosi, kecemasan, ketidakpuasan, dan
keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya jarak pemisah
antara kemampuan individu dan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya. Hal
inilah yang menjadi sumber terjadi konflik yang kemudian terwujud dalam rasa
takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakanya, individu harus melakukan
penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Dalam
kehidupan di masyarakat terjadi proses saling memengaruhi satu sama lain yang
terus menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut, timbul pola kebudayaan
dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat, nilai,
dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal dengan
proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan
sosial di tempat individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain.
Hubungan –hubungan sosial tersebut
mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat sekolah, teman sebaya,
atau anggota masyarakat luas secara umum.
Apa
yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan masyarakat
masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan
individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial secara baik. Prose
berikutnya yang harus dilakukan oleh individu dalam penyesuaian sosial adalah
kemauan untuk mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakatnya.
Setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa memiliki sistem nilai dan norma
sosial yang berbeda-beda. Dalam proses
penyesuaian sosial, individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang
berbeda-beda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan
membentuk kepribadiannya. seperti
BAB
III
3.1
Kesimpulan
Dari
uraian diatas maka kami dapat menyimpulkan bahwa Penyesuaian diri adalah proses bagaimana
individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan
lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian diri yang sempurna tidak
akan pernah tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses psikologis
sepanjang hayat (life long process)
dan manusia terus-menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan
tantangan hidup guna mencapai pribadi
yang sehat.
3.2
Saran
·
Sebaiknya orang tua tidak memberikan
kasih sayang yang berlebihan, karena menyebabkan remaja tidak bisa hidup
mendiri, ia selalu mengharapkan bantuan dan perhatian orang lain dan ia berusaha
menarik perhatian mereka.
·
Sikap orang tua harusnya tidak otoritas
karena ini menghambat penyesuaian diri pada mereka (remaja).
3.3
Penutup
ALHAMDULILLAH....
Telah sampailah kita
pada akhiran dari perbincangan kita tentang “Konsep Penyesuaian Diri Peserta Didik
Usia Sekolah Menengah” kini kita hanya bisa melihat tentang penyesuaian
diri remaja terutama penyesuaian yang positif dengan harapan individu berhasil
dalam proses penyesuaian diri dan mendapatkan
keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan.
Saya
akhiri,Wassalam…..
DAFTAR PUSTAKA
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus