Pendekatan Kontruktivisme

Posted by



Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannyamendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, dapat melakssiswaan dan memiliki tentang sesuatu.
Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2007: 15), belajar diartikan sebagai proses perubahan manusia kearah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Menurut Aunurrahman (2011: 38) belajar diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap.
Menurut pandangan psikologis, yang disebut belajar adalah mencakup aspek perubahan tingkah laku peserta didik sebagai hasil dari perubahan interaksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan menurut Hariyanto (2011: 9), belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengkokohkan kepribadian.  Berdasarkan beberapa pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses untuk memperoleh perubahan pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku yang lebih baik.
Secara keseluruhan perilaku individu peserta didik adalah hasil dari proses belajarnya, sehingga dapat dikatakan bahwa proses belajar merupakan proses pematangan atau pendewasaan individu. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun. 2003, bahwa pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki:
1)      Kekuatan spiritual keagamaan,
2)      Pengendalian diri,
3)      Kepribadian,
4)      Akhlak mulia, serta
5)      Keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Negara, dan bangsa. 
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Menurut Heriawan, Darmajari, dan Senjaya (2013: 17) pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatar belakangi metode pembelajaran yang mencangkup teoritis tertentu. Oleh karena itu, strategi dan model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran tergantung pada pendekatannya.
Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan suatu titik tolak dalam proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya sangat umum untuk mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu.
            Dalam konstruktivisme pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan, karena konstruktivisme ini merupakan proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberi kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa secara sadar menggunakan strategi  mereka sendiri (Trianto : 2007).
            Pendekatan konstruktivisme merupakan teori yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak sesuai lagi. Pendekatan konstruktivisme lebih menekankan bahwa peran utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri, melalui bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya yang disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya.
            Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 106) pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang mengkontruksi sendiri realitasnya yang berlandaskan persepsi tentang pengalamannya, sehingga pengetahuan individu adalah sebuah fungsi dari pengalaman sebelumnya, juga struktur  mentalnya, yang kemudian digunakan untuk menerjemahkan objek-objek serta kejadian-kejadian baru. Menurut Kusnandar (2006: 301) pendekatan konstruktivisme adalah landasan berpikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit).
            Berdasarkan pendapat para ahli di atas bahwa pendekatan konstruktivisme merupakan suatu pendekatan yang bersifat membangun pengetahuan siswa dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah ada pada siswa dengan pengetahuan yang baru dalam pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan mereka sendiri, sedangkan guru hanya sebagai mediator dan fasilitator.
2.1.1         Prinsip Pendekatan Konstruktivisme
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivime akan mengaktifkan siswa secara aktif  sehingga pembelajaran yang didapat oleh siswa lebih didasarkan pada proses pencapaian pengetahuan itu bukan pada hasilnya. Prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pembelajaran. konstruktivisme yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengelola proses pembelajaran , yaitu : (1) Siswa diberi masalah yang sesuai dengan kehidupannya (2). Penstrukturan belajar pada konsep primer (3). Menjajagi dan menghargai pendapat siswa (4). Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan siswa (5). Menilai belajar siswa dalam konteks mengajar.
Sedangan menurut Cahyo (2013: 50) prinsip konstruktivisme yang diterapan dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut : “(1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa untuk menalar, (3) siswa aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, (4) guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancer, (5) menghadapi masalah yang relevan dengan siswa, (6) struktur pembelajaan seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan, (7) mencari dan menilai pendapat siswa, (8) menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa”.
Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 107) prinsip-prinsip pemandu dalam konstruktivisme, yaitu : “1) belajar merupakan pencarian makna. Oleh karena itu pembelajaran harus dimulai dengan isu-isu yang mengakomodasi siswa untuk secara aktif mengkontruksi makna, 2) pemaknaan memerlukan pemahaman bahwa keseluruhan  itu sama pentingnya seperti bagian-bagiannya, 3) supaya dapat mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang dipergunakan siswa terkait bagaimana cara pandang mereka tentang dunia serta asumsi-asumsi yang disusun yang menunjang model mental tersebut 4) tujuan pembelajaran setiap individu mengkontruksi makna, tidak sekedar mengingat jawaban apa yang benar dan menolak makna milik orang lain”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme antara lain siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuan baru sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dalam mengkonstruksikan pengetahuan tersebut sebagaimana tuntunan kurikulum.
2.1.2         Peran Guru dan Siswa dalan Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran konstruktivisme memungkinkan tersedianya ruang yang lebih baik bagi keterlibatan siswa, memungkinkan siswa untuk bereksplorasi. Siswa tidak diindroktinasi dengan pengetahuan yang disampaikan oleh guru, melainkan mereka menemukan dan mengeksplorasi pengetahuan tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui dan pelajari sendiri.
Menurut Cahyo (2013: 54), dalam prinsip konstruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa bejalan dengan baik. Sedangkan peran siswa adalah mitra belajar guru. Guru bukan satu – satunya pusat informasi dan guru hanyalah salah satu sumber belajar atau sumber informasi.
Sedangkan menurut Asri (2005: 58) dalam konteks konstruktivisme, peran guru adalah membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Sedangkan peran siswa adalah sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tesebuat akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.
Berdasarkan pendapat di atas dapat simpulkan bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa membentuk pengetahuannya, sedangkan siswa berperan sebagai mitra belajar guru yang memiliki dasar dalam mengkontruksi pengetahuan yang baru.

2.1.3         Keunggulan Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran konstruktivisme dapat menstimulus seseorang dalam berprilaku secara kreatif dan kritis,  siswa akan terbiasa untuk berfikir dalam menyelesaikan masalah, membuat ide-ide baru,  karena siswa terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, maka siswa akan menjadi lebih paham dan ingat lebih lama semua konsep yang diperolehnya.
Siswa juga dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya, yakni bekerja sama dengan siswa lain, menambah pengetahuan dan pengalamannya. Oleh karena siswa terlibat secara terus menerus, siswa menjadi lebih paham, ingat, yakin, dan mampu berinterasi sosial dengan baik, maka akan lebih berani lagi dalam belajar dan membina pengetahuan yang baru.
Menurut pendapat Mark K, Smith, dkk (2009: 108) yang menyatakan bahwa kelas yang mengaplikasikan pendekatan konstruktivisme, maka akan menghasikan siswa yang mampu menafsirkan realitas-realitas ganda,  pembelajaran menjadi mampu dengan lebih baik menghadapi situasi kehidupan nyata. Jika seorang siswa mampu menyelesaikan masalah, mereka mungkin menggunakan pengetahuan yang mereka miliki dengan baik bagi sebuah situasi baru.
2.1.4        Kelemahan Pembelajaran Konstruktivisme
Selain keunggulan, menurut Nuraliah (2008) pembelajaran konstruktivisme juga memiliki kelemahan yaitu sebagai berikut: “1) langkah yang sulit dalam menerapkan model konstruktivisme dikelas tinggi sebab anak terbiasa dengan pembelajaran yang konvensional sebelumnya, 2) lebih banyak waktu yang diperlukan dalam pengembangan konsep fokus lebih kepada kegiatan-kegiatan dalammenemukan konsep itu, 3) benyak membutukan alat bantu dan benda manipulative untuk pembelajaran, mengingat kemampuan setiap anak yang berbeda yang dirasakan belum memahami konsep tersebut ketika diajarkan dengan alat peraga, 4) intensitas bimbingan dan arahan menuju konsep yang diharapkan lebih tinggi untuk menghidarkan miskonsepsi tersebut, 5) guru perlu mengobservasi setiap siswa dengan teliti supaya bisa diketahui sejauhmana  siswa memperoleh pemahaman mengenai konsep yang dipelajari dalam kegiatan dan proses pembelajaran dilakukan.”
2.1.5        Langkah – langkah Pelaksanaan Pendekatan Konstruktivisme
Dalam proses belajar konstruktivisme, siswa yang harus berperan  aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan guru maupun orang lain. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman dari pengalaman dapat ditemukan pengetahuan baru serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, menurut Mohammad Asrori (2003: 39) muncul dengan enam  langkah pembelajaran yaitu sebagai berikut: “1) mendorong kemandirian dan inisiatif siswa, 2) guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon, 3) mendorong siswa berpikir tingkat tinggi, 4) siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya, 5) siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi 6) guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi – materi yang interaktif”.
Sedangan menurut Agus (2013: 84) langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut : “(1) menyajian masalah-masalah aktual  kepada siswa dalam konteks yang sesuai dengan tingkatan perkembangan siswa, (2) pembelajaran distrukturkan disekitar konsep-konsep primer, (3) memberi dorongan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan sendiri, (4) memberikan siswa untuk menemukan jawaban dari pertanyaan sendiri, (5) memberanikan siswa mengemukakan pendapat dan menghargai sudut pandangnya, (6) menantang siswa untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, bukan sekedar menyelesaikan tugas, (7) menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, (8) mendorong siswa untuk berani menerima tanggung jawab, (9) menilai proses hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran”.
Sedangkan menurut Kusnandar (2007: 307) langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme antara lain : “1) carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun pelajaran dan keseluruhan unit pembelajaran, 2) biarkan siswa mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu, 3) kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa sebagai hasil dalam proses belajar, 4) gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan proses pembelajaran, 5) kembangkan penggunakan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk bahan tertulis maupun bahan-bahan para pakar, 6) usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa, 7) carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya, 8) buatlah agar siswa tertantang dengan konsepi dan gagasan-gagasan mereka sendiri, 9) sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis menghormati gagasan siswa, 10) doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata untuk mendukung gagasannya sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya, 11) gunakanlah masalah yang diidentifikasikan oleh siswa sesuai dengan minantya dan dampak yang akan ditimbulkannya, 12) gunakan sumber-sumber lokal sebagai sumber informasi asli yang digunakan dalam pemecahan masalah, 13) libatkan siswa dalam mencari pemecahan masalah yang ada dalan kenyataan, 14) perluas belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan sekolah, 15) pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa, 16) tekankan kesadaran karir terutama yang berhubungan dengan sains dan teknologi”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme  yang cocok digunakan dan dilaksnakan pada proses pembelajaran yaitu: Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh dan, melakukan refleksi. Sehingga siswa merasakan arti pentingnya pembelajaran  dan menerapkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Sehingga pengetahuan yang baru mereka peroleh dapat mereka terapkan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.6        Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika
Belajar matematika menurut para ahli konstruktivis adalah belajar matematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Para ahli konstruktivis merekomendasikan untuk menyediakan lingkungan belajar dimana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan, dan kebiasaan bekerja sama. Dari pernyataan beberapa ahli konstruktivis di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika berdasarkan konstruktivisme adalah pembelajaran yang harus melibatkan siswa aktif untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan benda konkret. Pembelajaran  matematika dengan metode pendekatan konstruktivisme meliputi empat tahap:
1)      Tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa). Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Peran guru memberi pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
2)      Tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan menginterprestasikan data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.
3)      Tahap diskusi dan penjelasan konsep. Siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, di tambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari, dan
4)      Tahap pengembangan dan aplikasi konsep. Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut.
Dengan strategi pembelajaran konstruktivisme, diharapkan adanya perubahan sikap guru dan siswa dalam belajar matematika sebagai berikut.
1)      Dari semula fokus mengingat atau menghafal ke arah berpikir dan pemahaman.
2)      Dari semula model ceramah ke discovery learning, inducative learning, inquiry learning.
3)      Dari semula belajar individu ke kooperatif ( kelompok).
4)      Dari semula subject centered ke clearer centered (terkonstruksinya pengetahuan siswa).


Blog, Updated at: 06.23

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

uma

uma

Cari Blog Ini

Cari Blog Ini