PENJELASAN KURIKULUM 1975
BAB II
PEMBAHASAN
A . PENGERTIAN
KURIKULUM
Untuk mendapatkan
rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam
pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang
sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.
Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah
kurikulum.
George A. Beauchamp (1986)
mengemukakan bahwa: “ A Curriculun is a written document which may contain many
ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils
during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu
yang nyata terjadi dalam proses pendidikan,
seperti dikemukakan oleh Caswel dan
Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh
pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang
mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study
and list of subject and courses to all experiences which are offered to
learners under the auspices or direction of school.
Untuk
mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat
ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
·
Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui
teori-teori dan
penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
·
Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai
perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat
tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
·
Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan
pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
·
Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan
konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk
ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau
kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara
itu, Purwadi (2003) memilah
pengertian kurikulum menjadi enam bagian
·
kurikulum sebagai ide;
·
kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai
pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum;
·
kurikulum menurut persepsi pengajar;
·
kurikulum operasional yang dilaksanakan atau
dioprasional kan oleh pengajar di kelas; kurikulum experience yakni kurikulum
yang dialami oleh peserta didik; dan
·
kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk tertentu”. mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti
kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.
·
Berorientasi pada tujuan
·
Menganut pendekatan integrative dalam arti
bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada
tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
·
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal
daya dan waktu.
·
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal
dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
·
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan
kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
B.CIRI-CIRI KHUSUS KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1) Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan.
Setiap guru harus mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
Setiap guru harus mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
2) Menganut
pendekatan yang integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran
memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir.
3) Pendidikan
Moral Pancasila dalam kurikulu 1975 bukan hanya dibebankan kepada bidang
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya, melainkan juga
kepada bidang pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama.
4) kurikulum1975
menekankan pada efisiensi dan efektivitas pengguna dana, daya dan waktu yang
tersedia.
5) Mengharuskan
guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang dikenal dengan
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
6) Organisasi
pelajaran meliputi bidang-bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan , disamping
Pendidikan Moral Pancasila dan integrasi pelajaran-pelajaran yang sekelompok.
A.
KURIKULUM SMP 1975
Kurikulum
1968 dianggap sudah mulai usang. Perkembangan kehidupan politik, sosial,
budaya, teknologi dan terutama ekonomi dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
kurikulum yang ada. Sementara itu keberadaan lembaga resmi di Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Badan Pengembangan Pendidikan dimana ada bagian
Pengembangan Kurikulum memberikan arahan pengembangan kurikulum yang lebih
fokus, sistematis, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan terutama
kurikulum. Pakar yang belajar khusus dalam kurikulum menambah kekuatan bangsa
Indonesia dalam memikirkan kurikulum lebih serius. Pada tahun 1975 Pemerintah
mensyahkan kurikulum baru untuk SMP yang diberi nama Kurikulum SMP 1975.
Hasil kajian
penilaian telah menunjukkan bahwa kualitas tamatan SMP sebagaimana yang
dikembangkan dalam Kurikulum SMP 1968 sudah dianggap tidak lagi sesuai dengan
tuntutan masyarakat. Masyarakat menghendaki tamatan SMP yang mampu belajar
aktif, menjadi manusia yang mampu mencari, mengolah, dan mengembangkan
pengetahuan baru. Untuk itu peserta didik tidak lagi menjadi orang yang pasif
menerima berbagai informasi yang disajikan guru dan buku teks tetapi sudah
harus menjadi subjek yang mampu membelajrkan dirinya dengan cara belajar aktif.
Untuk
mendukung posisi peserta didik sebagai subjek dalam belajar berbagai inovasi
pendidikan telah tersedia. Inovasi dalam proses pembelajaran yang mengarah
kepada pendekatan teknologi pembelajaran yang terencana, terarah dan jelas
memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menguasai pengetahuan, kemampuan,
nilai, dan sikap yang harus mereka miliki. Inovasi pembelajaran dengan
menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional dianggap lebih efisien
dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu Pemerintah telah
menyelesaikan penulisan buku-buku pelajaran yang memerlukan kurikulum baru
karena berbagai pokok bahasan dan informasi baru yang terdapat pada buku-buku
tersebut.
1.Perkembangan Kebijakan Pendidikan
Perubahan
dalam tujuan pendidikan pada masa pemerintahan Orde Baru terus berkembang.
Dapat dikatakan hampir pada setiap sidang MPR lima tahunan menghasilkan tujuan
pendidikan baru. Dalam Sidang Umum MPRS pada tahun 1973 MPRS menghasilkan TAP
MPR Nomor IV/MPR/1973 yaitu mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Dalam bagian mengenai Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pembinaan
Generasi Muda dinyatakan bahwa “pembangunan dibidang pendidikan didasarkan atas
Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia
pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat
jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat
mengembangkan kreaktivitas dan tanggung-jawab, dapat menyuburkan sikap
demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi
dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama
manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.”
(Dokumen TAP MPRS No. IV Tahun 1973; Gunawan, 1986: 52).
Istilah
manusia Pancasila sejati tidak lagi digunakan. Situasi politik pada tahun 1973
kiranya sudah lebih stabil dibandingkan tahun 1966 dalam menangkal pengaruh
negatif faham dan gerakan komunis di Indonesia. Oleh karena itu kata-kata
Pancasila sejati dalam tujuan pendidikan tidak perlu dinyatakan secara
ekspilisit. Sebagai gantinya jargon politik yang populer pada waktu itu adalah
manusia pembangunan. Semua kegiatan diarahkan untuk pembangunan dan suasana
pembangunan fisik dan non fisik mendominasi kehidupan kebangsaan. Pembentukan
manusia pembangunan sesuai dengan kebijakan politik pada waktu itu yang
menempatkan pembangunan sebagai jargon politik penting dalam kehidupan
bangsa.
Sesuai dengan arah pembangunan bangsa maka pendidikan sebagai salah satu upaya
pembangunan bangsa harus menghasilkan manusia sesuai dengan ciri kehidupan
bangsa pada waktu itu.
Perubahan
lain yang cukup menonjol dari rumusan tujuan dalam TAP MPRS IV tahun 1973
dibandingkan TAP MPR sebelumnya adalah pada TAP MPRS IV tahun 1973 posisi
pengetahuan dan ketrampilan cukup penting dibandingkan rumusan TAP MPRS nomor
XXVII/MPRS/1966. Penempatan posisi pengetahuan dan ketrampilan memang sudah
sewajarnya karena adalah suatu kenyataan yang tak dapat disangkal bahwa manusia
memang tidak mungkin hidup tanpa ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan yang
dirumuskan TAP MPRS IV tahun 1973 memperlihatkan tugas pendidikan yang cukup
mendasar dalam mengembangkan potensi peserta didik di berbagai bidang untuk
menjadi manusia yang “sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, dapat mengembangkan kreaktivitas dan tanggung-jawab, dapat
menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub
dalam Undang-Undang Dasar 1945.”
Dalam tujuan
yang dirumuskan TAP MPRS nomor IV Tahun 1973 manusia Indonesia adalah manusia
yang selain sehat jasmani dan rokhani, memiliki pengetahuan dan ketrampilan
tetapi memiliki pula berbagai kualitas afektif yang masih tetap aktual
untuk masa kini. Sikap demokrasi dan tanggungjawab adalah sesuatu yang masih
diperlukan hingga saat kini dan untuk masa panjang selama negara Indonesia dan
bangsa Indonesia menegakkan kehidupan kebangsaannya atas dasar demokrasi,
sesuatu yang tidak saja dominan tetapi juga menjadi alternatif terbaik dalam
kehidupan kebangsaan. Cara merumuskan yang memberikan keseimbangan antara
kemampuan kognitif dan afektif (demokrasi dan bertanggungjawab) digunakan pula
dalam rumusan berikutnya. Kualitas kognitif yaitu kecerdasan yang tinggi
diseimbangkan dengan kualitas afektif yaitu budi pekerti yang luhur. Prinsip
keseimbangan digunakan pula dalam rumusan mengenai usaha pendidikan untuk
menghasilkan manusia yang mencintai bangsanya dan juga sesama manusia untuk
tidak menimbulkan sikap chauvinistis atau nasionalisme yang sempit.
Untuk
merealisasikan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, TAP MPRS Nomor IV tahun
1973 telah pula menetapkan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai
pengganti Civics atau Kewargaan Negara pada kurikulum sebelumnya. Pada bagian
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pembinaan Generasi Muda titik 2 TAP
MPRS tersebut dirumuskan searah bagi kurikulum TK sampai Sekolah Menengah
Tingkat Atas (SMTA). Dalam titik 2 itu dirumuskan sebagai berikut: “untuk
mencapai cita-cita tersebut maka kurikulum disemua tingkat pendidikan, mulai
dari Taman kanak-kanak sampai perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta harus
berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur unsur yang cukup untuk
meneruskan Jiwa dan Nilai-nilai 1945 kepada Generasi Muda”. Kedudukan mata
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai mata pelajaran wajib berlaku
sampai saat kini walau pun nama mata pelajaran ini mengalami perubahan nama
beberapa kali, disesuaikan dengan TAP-TAP MPR pada masa berikutnya. Disamping
perubahan politik yang terutama dalam keputusan mengenai tujuan pendidikan
nasional terjadi pula berbagai pemikiran baru tentang kurikulum.
Kehadiran
beberapa sarjana yang memfokuskan dirinya pada bidang pengembangan kurikulum
dan bidang studi kurikulum memperkenalkan berbagai pemikiran baru untuk
kurikulum 1975. Berbagai teoori dan pemikiran mengenai pengembangan kurikulum
(curriculum development) yang mereka pelajari dan dianggap bermanfaat bagi
dunia pendidikan Indonesia mereka aplikasikan dalam pekerjaan pengembangan
Kurikulum 1975. Mereka memperkenalkan pikiran inovatif mengenai desain
kurikulum, posisi peserta didik dalam belajar, proses pembelajaran, dan
evaluasi atau asesmen hasil belajar. Desain kurikulum yang mengarah kepada
model pendekatan tujuan menghasilkan struktur tujuan lebih jelas dan keterkaitan
antara berbagai jenjang tujuan dinyatakan secara eksplisit. Jika dalam
Kurikulum SMP 1954 tujuan setiap mata pelajaran dirumuskan terpisah dari materi
yang dipelajari maka pada Kurikulum SMP 1975 dirumuskan dalam sebuah matriks
sehingga jelas keterkaitan antara tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.
Selain itu, Kurikulum SMP 1975 memperlihatkan keterkaitan yang jelas antara
Tujuan Kurikuler, Tujuan Instruksional Umum, materi, metode, dan penilaian
hasil belajar. Kurikulum sebelumnya tidak memperlihatkan keterkaitan berbagai
komponen itu dalam satu matriks.
Tentang
tujuan, Kurikulum 1975 menggunakan pendekatan hierarkis antara tujuan
pendidikan nasional, tujuan pendidikan institusional, tujuan pendidikan
kurikuler, tujuan pendidikan instruksional umum, dan tujuan pendidikan
instruksional khusus. Keterkaitan antar tujuan tersebut masih berlangsung
sampai kurikulum 1994 dan menjadi petunjuk kuat mengenai keterkaitan antara apa
yang dikehendaki bangsa Indonesia dengan apa yang dikembangkan kurikulum. Secara
diagramatik keterkaitan itu digambarkan sebagai berikut:
2. Tujuan Institusional SMP
Dalam bab
III Buku I Kurikulum SMP 1975 ditetapkan adanya Tujuan Umum dan Tujuan Khusus.
Tujuan Umum menggambarkan tujuan pendidikan SMP yang terdiri atas tiga tujuan
yang mencakup wewenang yang dimiliki seorang tamatan pendidikan SMP. Ketiganya
adalah menjadi “warganegara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat
lahir dan batin; menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari
hasil pendidikan di Sekolah Dasar; dan memiliki bekal untuk melanjutkan
pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan untuk terjun ke masyarakat”.
Tujuan nomor satu jelas merupakan tujuan yang dirancang untuk menjadi kualitas
peserta didik yang belajar dari kurikulum SMP sehingga kurikulum SMP diharapkan
mampu mengembangkan berbagai pengetahuan, ketrampilan dan nilai untuk menjadi
warganegara yang baik. Tujuan nomor dua menggambarkan keterkaitan antara
kurikulum SD – SMP sehingga ketiga kualitas yang dirumuskan dalam tujuan
pertama merupakan suatu upaya lanjutan dari apa yang sudah dikembangkan dalam
kurikulum SD. Sedangkan tujuan ketiga menggambarkan apa yang dapat dilakukan
peserta didik dari hasil yang dirumuskan pada tujuan pertama dan kedua yaitu
peserta didik dapat menggunakan kemampuan yang sudah dimiliki untuk melanjutkan
pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi atau menjadi anggota masyarakat
yang memiliki keutuhan kemampuan serta sehat lahir-batin.
Tujuan
khusus pendidikan SMP menjadi tujuan yang secara operasional harus terjamin
ketercapaiannya dalam rancangan dokumen kurikulum, dalam proses implementasi
kurikulum berupa kegiatan proses belajar-mengajar, dan terbukti dalam informasi
yang dikumpulkan oleh asesmen hasil belajar dan bahkan evaluasi kurikulum.
Tujuan khusus tersebut mencakup bidang pengetahuan, ketrampilan, dan nilai.
Ketiga ranah ini merupakan ranah penting karena pengetahuan adalah landasan
untuk mengembangkan ketrampilan (belajar, berpikir, kinestetik, estetika,
kesehatan, kepemimpinan, dan vokasional), dan untuk mengembangkan nilai yang
berkenaan dengan ideologi dan dasar hukum/ filosofi negara, agama, kemanusiaan;
sikap demokratis dan tenggang rasa, tanggungjawab, apresiasi budaya dan karya,
percaya diri, rasa ingin tahu (minat), disiplin dan patuh, jujur, mandiri,
berinisiatif, kreativitas, kritis, rasional, objektif, menghargai pekerjaan ;
kebiasan hidup hemat, produktif, sehat dan berolahraga, menghargai waktu.
Dari tujuan
khusus yang dirumuskan dalam Buku I Bab III Pasal 5 jelas menunjukkan pemahaman
para pengembang kurikulum dalam berbagai teori tentang intelegensia, sikap dan
nilai, serta tujuan. Rumusan tujuan khusus tersebut jelas membedakan ranah
pengetahuan dari kemampuan/ketrampilan dan nilai. Pada masa belakangan para
pelaksana kurikulum dan pengambil kebijakan dalam kurikulum tidak memberikan
perhatian yang sungguh dalam mengembangkan ranah kemampuan/ketrampilan serta
sikap dan nilai tetapi terfokuskan pada pengembangan pengetahuan. Ranah
kemampuan/ketrampilan yang meliputi berbagai aspek inteleligensia yang lebih
luas dibandingkan “multiple intelligences” Howard Gardner tidak mendapatkan
perhatian dan pengembangan yang seharusnya. Ranah sikap dan nilai terabaikan
dalam kadar yang sama dengan ranah kemampuan/ketrampilan. Kedua ranah yang
disebutkan belakangan ini diperlakukan seperti ranah pengetahuan sehingga proses
belajar dan materi pelajaran kedua ranah tersebut dikerdilkan menjadi ranah
pengetahuan.
Ketrampilan
dan nilai serta sikap yang dikembangkan Kurikulum 1975 masih relevan dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia masa kini dan masih relevan dengan kebijakan pendidikan
Pemerintah akhir-akhir ini yang diterjemahkan dalam kebijakan pendidikan budaya
dan karakter bangsa, belajar aktif, mandiri-
3. Prinsip Yang Melandasi Pengembangan Kurikulum SMP
1975
Prinsip yang
digunakan dalam mengembangkan Kurikulum SMP 1975 adalah sebagai berikut:
- Prinsip
Fleksibilitas Program
- Prinsip
efisiensi dan efektivitas
- Prinsip
berorientasi pada Tujuan
- Prinsip
Kontinuitas
- Prinsip
Pendidikan Seumur Hidup
Kelima
prinsip tersebut digunakan dalam aspek pengembangan kurikulum yang berbeda.
a. Prinsip fleksibilitas program
Prinsip
fleksibilitas program memberikan kemungkinan bagi sekolah untuk
menyelenggarakan pendidikan ketrampilan yang berbeda baik pendidikan
ketrampilan wajib mau pun pilihan. Sekolah harus menentukan program pendidikan
mana yang akan dikembangkan disesuaikan dengan fasilitas yang dimiliki
sekolah dan kebutuhan masyarakat akan ketrampilan yang ada pada program yang
ditawarkan kurikulum. Sekolah harus menghindari kejenuhan yang terjadi di
masyarakat akan kebutuhan suatu ketrampilan tertentu sehingga peserta didik
dapat memanfaatkan ketrampilannya untuk mencari pekerjaan.
b. Prinsip efisiensi dan efektivitas
Prinsip
efisiensi dan efektivitas digunakan untuk memanfaatkan waktu yang tersedia di
kelas dengan sebaik-baiknya dan kemampuan belajar peserta didik diukur dari
beban tugas yang harus dilakukannya. Kurikulum mendesain agar proses
belajar-mengajar di kelas tidak menghabiskan waktu belajar untuk menyalin
materi pelajaran dari papan tulis. Penerapan prinsip efisiensi dan efektiitas adalah
dengan cara mengurangi jam belajar per minggu dari 42 jam menjadi 36.
Pengurangan jam belajar tersebut dilakukan dengan landasan pikiran bahwa jam
belajar yang terlalu padat tidak memberikan peluang bagi peserta didik untuk
mencernakan materi pelajaran dengan baik karena jenuh, dan memungkinkan peserta
didik menggunakan waktu untuk mengembangkan kreativitas di luar kegiatan kelas.
c. Prinsip
berorientasi pada tujuan
Prinsip
berorientasi pada tujuan digunakan untuk mengembangkan proses belajar-mengajar
sehingga setiap guru dan peserta didik memahami apa yang akan mereka capai
dengan materi pelajaran yang ada. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dan
materi pelajaran maka guru haru dapat menentukan proses belajar yang paling
efektif.
d. Prinsip kontinuitas
Prinsip
kontinuitas dirancang dan dikembangkan dalam pengertian bahwa adanya
kontinuitas antara apa yang sudah dipelajari di SD dengan apa yang dipelajari
di SMP dan juga dasar untuk melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi.
Prinsip ini merapakan prinsip kurikulum yang cukup penting yang sering
diistilahkan dengan “vertical organization”. Kontinuitas dalam “vertical
organization” tidak saja berkenaan dengan materi pengetahuan (knowledge) yang
sudah dipelajari di sebuah jenjang pendidikan tetapi juga kontinuitas antara
materi ketrampilan (intelektual, emosional, sosial, psikomotorik) dan materi
afekti (nilai dan sikap) dari kelas/sekolah ke kelas/sekolah yang lebih tinggi.
4. Pikiran Pokok Kurikulum 1975
Pada tanggal
17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 008-D/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP dan
dinamakan Kurikulum 1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya kurikulum
tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1975 memberikan landasan baru bagi
kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975 merupakan
kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan
desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik, proses
pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar
utama dalam
pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama
Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan
Indonesia.
Rancangan
pembelajaran yang dinamakan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) untuk
setiap mata pelajaran dikembangkan dalam Buku II. Untuk melaksanakan Kurikulum
1975 dikembangkan Pedoman Pelaksanaan Kurikulum berkenaan dengan hal khusus dan
model satuan pelajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan, serta administrasi
dan supervisi dalam Buku III. Model pengembangan dokumen kurikulum yang terdiri
atas 3 buku ini nantinya dilanjutkan terus pada pengembangan kurikulum
berikutnya dan baru berubah ketika kebijakan pendidikan memberikan wewenang
pengembangan kurikulum kepada daerah dan sekolah.
5. Struktur Kurikulum dan Bidang Studi
Buku I Pasal
6 dan 7 menetapkan struktur Kurikulum SMP 1975 terdiri atas program pendidikan
umum, program pendidikan akademis, dan program pendidikan ketrampilan. Program
Pendidikan Umum harus diikuti oleh eluruh peserta didik. Demikian pula dengan
program Pendidikan Akademis yang akan menjadi dasar bagi mereka yang akan
melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Program Ketrampilan terdiri atas dua
kelompok yaitu Program Ketrampilan pilihan terikat yang berkenaan dengan
berbagai ketrampilan vokasional dan Program Ketrampilan pilihan bebas yang
berkenaan dengan berbagai kegiatan keilmuan, olahraga, kesenian dan kesehatan.
Dua kelompok proram Ketrampilan yang dikembangkan Kurikulum SMP 1975 memberikan
keleluasaan kepada peserta didik untuk mendapatkan ketrampilan yang berguna
untuk mengembangkan minat mereka untuk memasuki dunia kerja berbekal
ketrampilan vokasional yang bersifat pilihan terikat dan ketrampilan untuk
memperdalam suatu bidang minat tertentu. Keterkaitan dengan TAP MPRS tahun 1973
yang memberikan perhatian khusus kepada ketrampilan diterjemahkan dalam bentuk
kedua pilihan ketrampilan ini.
6.Satuan Pelajaran dan Taksonomi Tujuan Pendidikan
Implementasi
atau penerapan Kurikulum SMP 1975 di sekolah melalui perenanaan yang dilakukan
guru yaitu dengan mengembangkan Satuan Pelajaran (Satpel). Satuan pelajaran
pada dasarnya adalah rencana guru dalam mengembangkan Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) menjadi kurikulum guru dalam bentuk rencana tertulis guru.
Satuan pelajaran yang harus dikembangkan guru masih terbatas pada pengembangan
satu pokok bahasan yang terdapat pada GBPP dan belum menjadi rencana pembelajaran
guru untuk satu semester. Pemikiran bahwa implementasi kurikulum dilakukan
melalui perencanaan guru dalam bidang studi secara terpisah masih mendominasi
pemikiran para pengembang kurikulum. Oleh karena itu Satuan Pelajaran dibuat
oleh guru bidang studi tersebut baik yang dilakukan guru secara individual mau
pun dalam kelompok Musyawarah Kerja Guru Bidang Studi. Guru bidang studi IPS
mengembangkan Satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya demikian pula guru
bidang studi IPA, Matemateka, Bahasa Inggeris dan seterusnya.
Pada waktu pertemuan di Musyawarah
Kerja Guru Bidang Studi mereka berkelompok pada
kelas yang
diajar oleh guru dari berbagai sekolah dan menghasilkan Satuan Pelajaran untuk
bidang studi kelas yang menjadi tanggungjawab mereka. Sebagaimana kurikulum
sebelumnya, pemikiran bahwa kurikulum adalah kurikulum sekolah dan bidang studi
atau pun mata pelajaran adalah bagian dari kurikulum sekolah belum menjadi
fokus perhatian para pengembang kurikulum. Konsekuensi dari pemikiran bahwa
kurikulum adalah kurikulum sekolah menghendaki perencanaan dokumen kurikulum
yang menggambarkan adanya keutuhan tersebut. Oleh karena itu materi kurikulum
yang masuk dalam kategori ketrampilan (ketrampilan kognitif, ketrampilan
sosial, ketrampilan kinestetik, dan sebagainya), dan materi kurikulum yang
masuk dalam kategori nilai dan sikap harus diorganisasikan sebagai materi
kurikulum yang dikembangkan melalui materi pengetahuan yang diorganisasikan
dalam label mata pelajaran atau bidang studi. Pemikiran semacam itu pernah
dimunculkan dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi dengan label
kompetensi lintas kurikulum.
7. Asesmen Hasil Belajar
Ada beberapa
prinsip yang diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975 berkenaan dengan asesmen
hasil belajar. Pertama diperkenalkan adanya asesmen formatif 20 Jenjang
kognitif yang dikembangkan Bloom dan kawan dan diterbitkan dalam buku yang
berjudul Taxonomy of Educational Objectives direvisi oleh Airasian, dan kawan‐kawan dimana untuk menghilangkan kesalahpahaman maaka
pengetahuan digambarkan secara terpisah dari kognitif, sintesis ditempatkan
sebagai jenjang kognitif tertinggi, dan label untuk setiap jenjang diganti
menjadi mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),
menilai (evaluate), mencipta (create). dan sumatif. Kedua adanya
kebijakan mengenai frekuensi asesmen yang dilakukan terus menerus setiap suatu
pokok bahasan selesai dipelajari sehingga prinsip asesmen modern yaitu asesmen
dilakukan secara kontinu diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975. Melalui
penerapan prinsip ini maka dapat dikatakan peserta didik selalu berada dalam
keadaan siap belajar dan mengikuti asesmen bahkan ada kesan bahwa peserta didik
belajar untuk tes.
8. Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
Inovasi lain
yang tak kalah pentingnya yang diperkenalkan Kurikulum SMP 1975 adalah buku
khusus yang disebut Buku II Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Buku
II berkenaan dengan aspek didaktik dari suatu mata pelajaran. Untuk SMP ada
GBPP bidang studi Pendidikan Agama (Islam, Kristen-Protestan, Katolik, Budha,
Hindu), Pendidikan Moral Pancasila, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa
(Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggeris), Olahraga dan Kesehatan, Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, Kesenian (Seni Tari, Seni Rupa, Seni
Musik), Ketrampilan (Jasa, Teknik, Kerajinan, Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga, Pertanian, dan Maritim). Ketrampilan Maritim merupakan ketrampilan
baru yang diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975 dan merupakan ketrampilan
penting bagi masyarakat dan peserta didik di banyak wilayah Indonesia yang
terdiri dari banyak pulau dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia .
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam
kegiatan pengembangan kurikulum 1975 pikiran teoritik dan prosedur pengembangan
kurikulum modern dilaksanakan dalam pengembangan ide kurikulum, rancangan
pembelajaran dan pedoman pelaksanaan. Ide kurikulum memuat landasan filosofis,
teoritis dan model kurikulum dan sebenarnya adalah jawaban kependidikan
Pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat sebagaimana yang dipersepsi oleh para
pengambil keputusan dalam bidang pendidikan dan terjemahan dari kebijakan
tersebut oleh para pengembang kurikulum secara teknis. Ide kurikulum tersebut
dirancang sedemikian rupa dan ditulis dalam Buku I dokumen kurikulum yang
dinamakan Ketentuan-ketentuan Pokok.
0 komentar:
Posting Komentar