MAKALAH
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Manajemen Sekolah
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan.
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan.
Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan
dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga
pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas daripada
manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat
manajemen lebih luas dari pada administrasi ( administrasi merupakan inti dari
manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan
administrasi.
Dalam makalah ini, istilah manajemen diartikan sama
dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk
mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan
efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Berikut beberapa pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh
beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh
A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa :
“Manajemen adalah proses untuk
mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi
utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin
(leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah
sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.
Sedangkan dari Stoner
sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa:
“Manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya
agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Secara khusus dalam konteks
pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan
dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai
“keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan
materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992)
mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai
tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu
terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Berdasarkan beberapa pengertian
diatas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah
keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber yang ada dengan
diawali perencaan (planning) dan diakhiri oleh pengawasan (controlling) untuk
mencapai tujuan pendidikan dengan kegiatan yang berkesinambungan.
B. Ruang Lingkup
Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan
penuh kepada pihak sekolah untuk
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi komponen-komponen pendidikan sekolah
yang bersangkutan.
Komponen-komponen tersebut meliputi:
1. input siswa (kesiswaan),
2. kurikulum,
3. tenaga kependidikan,
4. sarana-prasarana,
5. dana,
6. lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat),
dan
7. kegiatan belajar-mengajar, yang secara diagramatis seperti di
bawah ini.
Gambar 1
Berbagai Komponen
Pendidikan Yang Perlu Dikelola
Komponen-komponen tersebut
merupakan sub-sistem dalam sistem pendidikan (sistem
pembelajaran). Bila terdapat
perubahan pada salah satu sub-sistem (komponen), maka menuntut
perubahan/ penyesuaian komponen
lainnya.
Dalam hal ini, bila dalam suatu
kelas terdapat perubahan pada input siswa, yakni tidak hanya menampung anak
normal tetapi juga anak luar biasa, maka menuntut penyesuaian (modifikasi)
pengelolaan kesiswaan, kurikulum (program pengajaran), tenaga kependidikan,
saranaprasarana, dana, lingkungan, serta kegiatan belajar-mengajar.
C. Prinsip Umum
1. Manajemen Sekolah bersifat
praktis dan fleksibel, dapat dilaksanakan sesuai dengan
kondisi dan situasi nyata di
sekolah.
2. Manajemen Sekolah berfungsi
sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan kegiatan
belajar-mengajar.
3. Manajemen Sekolah dilaksanakan
dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan
kurikulum.
D. Komponen-Komponen Manajemen Pendidikan
1. Manajemen Kesiswaan
Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi
hendaknya memberi kesempatan dan peluang
kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan
mengikuti pendidikan di sekolah inklusi
terdekat. Untuk tahap awal, agar memudahkan
pengelolaan kelas, seyogianya setiap kelas
inklusi dibatasi tidak lebih dari 2 (dua) jenis
anak luar biasa, dan jumlah keduanya tidak lebih dari
5 (lima) anak.
Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur
berbagai kegiatan kesiswaan agar kegiatan
belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lencar,
tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang
diinginkan.
Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain: (1)
Penerimaan Siswa Baru; (2) Program Bimbingan
dan Penyuluhan; (3) Pengelompokan Belajar Siswa;
(4) Kehadiran Siswa; (5) Mutasi Siswa; (6)
Papan Statistik Siswa; (7) Buku Induk Siswa.
2. Manajemen Kurikulum
Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum
muatan local. Kurikulum nasional
merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional.
Sedangkan kurikulum muatan local merupakan
kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan lingkungan, yang disusun oleh Dinas
Pendidikan Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah
kurikulum anak normal (reguler) yang
disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan
awal dan karakteristik siswa. Modifikasi
dapat dilakukan dengan cara: (1) Modifikasi alokasi
waktu, (2) Modifikasi isi/materi, (3) Modifikasi
proses belajar-mengajar, (4) Modifikasi
sarana-prasarana, (5) Modifikasi lingkungan belajar, dan
(6) Modifikasi pengelolaan kelas.
Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah
Inklusi antara lain meliputi: (1) Modifikasi
kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan
karakteristik siswa (anak luar biasa); (2)
Menjabarkan kalender pendidikan; (3) Menyusun
jadwal pelajaran dan pembagian tugas
mengajar; (4) Mengatur pelaksanaan penyusunan
program pengajaran persemester dan
persiapan pelajaran; (5) Mengatur pelaksanaan
penyusunan program kurikuler dan
ekstrakurikuler; (6) Mengatur pelaksanaan
penilaian; (7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas;
(8) Membuat laporan kemajuan belajar siswa; (9)
Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan
pengajaran.
3. Manajemen Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan
kegiatan mengajar, melatih, meneliti,
mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga
Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan,
Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar.
Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru
Kelas, Guru Mata Pelajaran (Pendidikan Agama
serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru
Pembimbing Khusus.
Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi:
(1) Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan
formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan,
kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi;
(4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur
pembagian tugas.
4. Manajemen Sarana-Prasarana
Di samping menggunakan sarana-prasarana seperti
halnya anak normal, anak luar biasa perlu
pula menggunakan sarana-prasarana khusus sesuai
dengan jenis kelainan dan kebutuhan anak.
Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas
merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan
sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan
secara optimal pada kegiatan belajarmengajar.
5. Manajemen Keuangan/Dana
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen
produksi yang menentukan terlaksananya
kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen
lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan
yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi,
perlu dialokasikan dana khusus, yang antara
lain untuk keperluan: (1) Kegiatan identifikasi
input siswa, (2) Modifikasi kurikulum, (3) Insentif
bagi tenaga kependidikan yang terlibat, (4)
Pengadaan sarana-prasarana, (5) Pemberdayaan
peranserta masyarakat, dan (6) Pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar.
Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan
dana bantuan sebagai stimulasi, baik dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun
untuk penyelenggaraan program
selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama
orang tua siswa dan masyarakat (Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah), serta pemerintah
daerah dapat menanggulanginya.
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut
asas pemisahan tugas antara fungsi :
(1) Otorisator; (2) Ordonator; dan (3)
Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi
wewenang untuk mengambil tindakan yang
mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran
anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang
melakukan pengujian dan memerintahkan
pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang
melakukan penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang serta diwajibkan membuat
perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai
Otorisator dan dilimpahi fungsi Ordonator
untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak
dibenarkan melaksanakan fungsi
Bendaharawan karena berkewajiban melakukan
pengawasan ke dalam. Sedangkan
Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi
Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi
Ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.
6. Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat)
Sekolah sebagai suatu system social merupakan
bagian integral dari system social yang lebih
besar, yaitu masyarakat. Maju mundurnya sumber daya
manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak
hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan
sekolah, namun sangat bergantung kepada
tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan.
Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat
terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin
maju pula sumber daya manusia pada
daerah tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan
di suatu daerah, akan semakin mundur pula sumber
daya manusia pada daerah tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu
dilibatkan dalam pembangunan pendidikan di
daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan “rasa ikut
memiliki” sekolah di daerah sekitarnya.
Maju-mundurnya sekolah di lingkungannya juga merupakan
tanggungjawab bersama masyarakat
setempat. Sehingga bukan hanya Kepala Sekolah dan
Dewan Guru yang memikirkan maju
mundurnya sekolah, tetapi masyarakat setempat
terlibat pula memikirkannya.
Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka
bersedia berpartisipasi memajukan sekolah,
perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan
cara memberitahu masyarakat mengenai
program-program sekolah, baik program yang telah
dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan,
maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat
mendapat gambaran yang jelas tentang
sekolah yang bersangkutan.
7. Manajemen Layanan Khusus
Oleh karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas
anak-anak normal dan anak-anak luar biasa,
agar anak-anak luar biasa tidak sampai terabaikan,
dapat dilakukan manajemen layanan khusus.
Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen
kesiswaan, kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan, dan
lingkungan.
Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama
yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini.
a yaitu merencanakan (planning),
mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang
berkesinambungan”.
B. Fungsi
Manajemen
Dikemukakan di atas bahwa
manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain
adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan
dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan
dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut G.R. Terry terdapat empat
fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).
Sedangkan menurut Henry Fayol
terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).
Sementara itu, Harold Koontz dan
Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya, L. Gullick
mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang
fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang
fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan
merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan (planning); (2)
pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4) pengawasan
(controlling).
1. Perencanaan
(planning)
Perencanaan tidak lain merupakan
kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan
David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which
manager set objective, asses the future, and develop course of action designed
to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995)
mengemukakan bahwa :
“ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”
“ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”
Arti penting perencanaan terutama
adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan
dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani
Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a)
membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah
utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu
penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah
untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai
bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah
dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu,
usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus
Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :
- Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(a) menggunakan kata-kata yang sederhana,
(b) mempunyai sifat fleksibel,
(c) mempunyai sifat stabilitas,
(d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan
(e) meliputi semua tindakan yang diperlukan.
- Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
- Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada dikemukakan pula oleh
T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu :
(a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan;
(b) merumuskan keadaan saat ini;
(c) mengidentifikasi segala kemudahan dan
hambatan;
(d) mengembangkan rencana atau serangkaian
kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Pada bagian lain, Indriyo Gito
Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan
masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka
perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
(1) rencana global yang merupakan penentuan
tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang,
(2) rencana strategis merupakan rencana yang
disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti
strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan
(3) rencana operasional yang merupakan rencana
kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka
panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan strategik akhir-akhir
ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat
pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang
sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan
perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Pada bagian lain, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
Pada bagian lain, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
- Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian perusahaan.
- Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
- Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi perusahaan.
Meski pendapat di atas lebih
menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial
konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks
pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di
Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun
eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin
sustanabilitas pendidikan itu sendiri.
2. Pengorganisasian
(organizing)
Fungsi manajemen berikutnya
adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986)
mengemukakan bahwa :
“Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
“Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
3. Pelaksanaan
(actuating)
Dari seluruh rangkaian proses
manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling
utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan
dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru
lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang
dalam organisasi
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling)
merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi.
Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan.
Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan
tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine
wether actual operation are consistent with plans”.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa :
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa :
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Dalam perspektif persekolahan,
agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien,
maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena
bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan
berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan
tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya
akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan
pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://mtsma.blogspot.com/2010/02/manajemen-sekolah-pengertian-
dan.html fungsi-
0 komentar:
Posting Komentar